يأيها الذين ءامنوا لا تقربوا الصلاة وأنتم سكارى حتى تعلمون ماتقولون ولا جنبا إلا عابرى سبيل حتى تغتسلوا ، وإن كنتم مرضى أوعلى سفر أو جاء أحد منكم من الغائط أو لامستم النساء فلم تجدوا ماء فتيمموا صعيدا طيبا فامسحوا بوجوهكم وأيديكم ، إن الله كان عفوا غفورا ,
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati sholat, ketika kamu dalam keadaan mabuk sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan, dan jangan pula (hampiri msjid ketika kamu) dalam keadan junub kecuali sekedar melewati jalan saja, sebelum kam mndi (mandi junub). Adapun jika kamu sakit atau kamu telah menyentuh perempuan, sedang kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan debu yang baik(suci) ; usaplah wajahmu dan kedua tanganmu dengan debu itu, sungguh, Allah maha pema’af, maha pengampun. (QS Al-Nisa’ [4] : 43)
1. PENGERTIAN SECARA GLOBAL
Dari ayat di atas dapat di ambil sebuah pengertian bawl allah swt. Melarang hambanya melakukan sholat dalam keadaan mabuk, karna keadaan semacam ini itu tidak akan dapat membuahkan kekhusukan dan kepatuhan dalam bermunajad kepada allah, baik dalam mambaca ayat-ayat Al Qur’an maupun Berdzikir serta memanjatkan Do’a kepadanya.
Larangan juga di arahkan bagi orang-orang yang sedang junub sehingga ia terlebih dahulu membarsihkan dirinya, baik dengan cara mandi maupun dengan tayamum bagi orang yang tidak mendapatkan air, dengan mengusap muka dan kedua tangan dengan debu yang suci. Ketentuan semacam ini merupakan rahmat dan kemudahan dari Allah Swt
2. SEBAB DI TURUNKANYA AYAT
A. Berdasarkan riwayat Tirmizdi yang bersumber dari Ali r.a. menyatakan, bahwa Abdurrahman Bin Auf mengundang para sahabat dan ia menghidangkan makanan dan minuman yang terbuat dari khomar. Kemudian, kami melaksanakan sholat, dan merekamenjadikan saya (Ali r.a,) sebagai imam dalam sholat tersebut. Saya membaca surat Al-Kafirun seperti ini :
Katakanlah; “wahai orang-orang kafir , aku menyembah apa yang kamu sebah. Dan kami menyembah apa yang kamu sembah”.
Ali berkata, maka Allah Swt. menurunkan firmanya
يأيها الذين ءامنوا لا تقربوا الصلاة وأنتم سكارى حتى تعلمون ماتقولون
Wahai orang-orang yang beriman janganlah kamu mendekati sholat, ketika kamu dalam keadaan mabuk.
3. Menurut versi Ibnu Juraij dari Ibrahim An-Naka’i menyatakan, bahwa ayat tersebut di turunkan sehubungan dengan kasus yang menimpa salah satu sahabat Rasulallah Saw. Ketika terjadi perang muraisi () di mana ia terkena luka dan pada malam harinya ia bermimpi. Kemudian ia menceritakan kejadian itu kepada rasulallah., maka turunlah ayat tersebut.
4. HUKUM SYR’I
A. Maksud Lafadz ” لا تقربوا الصلاة وأنتم سكارى ”
Ulama’ berbeda pendapat dalm menafsirkan lafadz sholat pada ayat di atas;
1. Ali, Mujahid, Qatadah, dan Abu Hanifah berpendapat, bahwa yang bdi maksud dengan lafadz sholat dalam ayat tersebut adalah sholat itu sendira dengan dalih bahwa ungkapan firman allah yang menyatakan ” حتى تعلمون ماتقولون” (sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan) menunjukan kepada pengertian sholat secara hakiki(sebenarnya). Oleh sebab itu, jika ayat tersebut di artikan dengan kata lain atau di artikan denagan masjid, maka tidak ada relevansinya dengan ungkapan ayat tersebut.
2. Ibnu mas’ud, anas bin musyayab, dan syafi’i dari kalangan madzhab menyatakan bahwa yang di maksud dengan lafdz sholat dalam ayat di atas adalah tempat sholat, yakni maslid, dengan dalih bahwa pengrtian dekat dan jauh, lebih tepat di gunakan untuk hal-hal yang dapat di raba. Oleh sebab itu arti yang lebih tepat dari lafadz sholat adalah masjid. Jika lafadz sholat di artikan hakikat sholat, maka pengecualain (istisna) dalam ungkapan ayat ” إلا عابرى سبيل” (kecuali sekedar melewati saja) tidak akan mengenai sasaran
Bila memperhatikan kedua pendapat tersebut, tampak dengan jelas bahwa dengan prinsipnya mereka mengharamkan orang yang sedang junub untuk memasuki dan tinggal di dalam masjid. Namun permasalahan mereka yang menjadi perbedaan adlah dalil/dasar hukum yang mengharamkanya. Menurut pendaoat pertama, dalil yang mengharamkan bagi yang junub tinggal di masjid adalah hadist rasul saw. Sedang menurut pendapat kedua, adalah nash al qur’an itu sendira dan bukan hadist semata.
B. Sebab-Sebab Di Perbolehkanya Tayamum
Sebab-sebaba di perbolehkanya tayamum berdasarkan ayat yang tertera dalam ayat da atas ada 4 macam yaitu;
a. Sakit مرضى
b. Safar سفر
c. Melamas perempuan مستم النساء
d. Buang air besar/kecil الغائط
Kebolahan tayamum`bagi empat kelompok di atas,di syaratkan harus tidak ada air atau tidak mampu untuk mendayagunakan air. Hal tersebut berdasarkan pada firman Allah Swt.
Qoyyin (batasan) ini kembali pada ke empat kelompok tersebut di atas, di mana pada umumnya orang yang sedang bepergian sering tidak mendapat air dan orang yang sakit di khawatirkan bahaya kan manimpa dirinya bila mengunakan air. Oleh karena itu mereka di perbolehkanya untuk tayamum. Hal ini karna meskipun mereka mendapatkan air, tetapi tidak dapat mendayagunakanya, maka kondisi seperti ini sama juga dengan orang yang tidak mendapatkan air.
C. Maksud Lafadzلامستم النساء
Para ulama berbeda pendapat mengenai pengartian mulamasah dalam firman Allah Swt. أو لامستم النساء (atau kamu menyentuh perempuan).
a) Ali r.a., Ibni Abas, Hasan, Abu Musa, serta Ubaidah berpendapat bahw3a yang di maksud mulamasah al mar’ah pada ayat di atas adalah merupakan kata kiasan atau kinayah untuk pengertian jima’ (hubungan seksual). Pendapat ini di anut pula oleh kalangan Hanafiah.
b) Ibnu Umar, Ibnu Mas’ud, dan Asy-Sya’bi mengatakan bahwa ” مستم النساء” adalah santuhan tangan. Penafsiran dan pengertian ini, merupakan pendapat yang di anut oleh kalangan Syafi’iyah.
Dalam hal batalnya wudu akibat bersentuhan kulit antra laki-laki dan perempuan para ulama berbeda pendapat dalam menghukumi masalah ini.
1. Abu Hanifah barpendapat bahwa bersentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan tidak membatalkan wudu, baik sewaktu menyentuhnya di barengu dengan nafsu birahi ataupun tidak.
Bliau berargumen berdasarkan Hadist dari ’Aisyah r.a. yang artinya.
”Bahwa pada suatu malam ketika Aisyah mencari Nabi Saw. Mengatakan, ”Tanganku menyentuh dan memegang kaki bliau, yang saat itu sedang bersujud dan membaca;”” (aku berlindung dengan ridho-mu agr terjauh dari murkamu)
Hadist di atas di riwayatkan dari ‘Aisyah istri Nabi Saw. Ada anggapan apa bila Hadist-Hadist tersebut berkenaan dengan masalah-masalah sensitif, terutama mengenai pergaulan suami istri (saksual), maka Hadist yang datangnya dari ‘Aisyah istri Nabi Saw. Itulah yang lebih kuat untuk di jadikan landasan atau hujah.
2. Al-syafi’i berpendapat bahwa menyentuh perempuan membatalkan wudu. Baik di lakukan dengan di sertai dengan birahi nafsu maupun tidak, di sengaja ataupan tidak, tetap membatalkan wudu. Bliau berargumen dengan lahiriah (tekstual) ayat tersebut, yang menurut anggapannya bahwa kata “لامستم النساء” pengertian pokok/asalnya adalah sentuhan tangan. Sedangkan pengertian dengan jima’ adalah pengertian secara metaporis/majas. Selanjutnya beliau mengatakan bahwa mengalihkan arti hakiki (asl) kepada pengertian metaporis akan tidak di fahami dan tidak ada relevansinya lagi dengan konteks ayat tersebut. Sedangkan pembicaraan dalam ayat ini sudah jelas dan gamblang arti asl/pokoknya.
3. Imam Malik dan Imam Ahmad Bin Hambal berpendapat bahwa apabila menyentuh perempuan di barengi dengan birahi nafsu, maka sentuhan tersebut dapat membatlkan wudu. Sedangkan apabila sentuhan tersebut di barengi dengan birahi nafsi, maka dapat membatalkan wudu.
Pendapat malik dan ahmad bin hambal ini tampaknya mengompromikan dari pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Syfi’i dengan menyatakan bahwa fi’li/perbuatan ‘Aisyah r.a. tesebut di lakukan tanpa di barengi dengan nafsu birahi karna bliau melakukanya dengan maksud mencari Rasulallah Saw. Di tengah gelapnya malam, sementara rasulallah saat itu sedang melakukan sholat.
D. Maksud lafadz صعيدا طيبا
Para ulama beda pendapat dalam menafsirkan lafadz di atas antra lain.
a. Abu hanifah, malik , al-tsauri dan thabari menyatakan bahwa صعيدا adalah semua benda yang tampak dan timbul di permukan bumi. Oleh karena itu mereka memperbolehkan bertayamum dengan apa saja yang timbul dan menonjol di permukaan bumi. Baik tanah, kayu, pasir tembok, dan lain sebagainya., karna mereka menafsirkan ayat tersebut secara tekstua, di mana pengertian صعيدا طيبا adalh apa yang timbul di permukaan bumi
b. Al-syafi’I dan abu yusuf dari kalangan hanafiah mensyaratkan bahwa dalam tayamum uarus menggunakan debu. Sedang di luar mereka tidak mengharuskanya mereka menyatakan debu tersebut harus tampak dan kelihatn menempel pada telapak tngan. Alasan yng di kemukakan oleh mereka adalah sebagai berikut.
1. Allah swt. Telah mewajibkan tayamum tersebut dangan menggunakan debu yang bagus(suci) tiada lain adalah yang dapat di tanami. Pengertian ini sekalan dengan firman akkh dalam surat Al-A’raf ayat (59). Yang artinya;Dan tanah yang baik, adalah tanah yang tanam-tanamanya tumbuh subur dengan seizing Allah Swt (Qs Al-A’raf)
2. Ayat ini adalah mutlak, ol;eh sebab itu dalam penggunaan/aplikasinya di perlukan adanya qoyid (pangkat). Adapun qoyid dalam ayat ini adalah kata minhu yang terdapat dalam ungkapan minhu menggungkapkan kepada pengrtian sebagian. Dengan demikian yang di maksud dengan صعيدا adalah debu, dan bukan kayu, batu, tembok, dan lain sebagainya sebgaimana pendapt hanafi di atas.
Syaikh Ali Al-Shabuni telah menrjih kedua pendapat tersebut, sebagaimana bliu kemukakan dalam kitab tafsirnya “riwai’u al-Bayan Fi Tafsir Ayat al-Ahkam” (1980:1:490). Berikut artinya. “barang kali lebih mendekati kebenaran dan lebih kuat, adalah pendapt syfi’I. sebab rasulallah Saw. Sendiri telah mengkhususkan pengertian debu itu dalam sabdanya,”debu merupakn akat bersuci umat islm di kala tidak mendapatkan air.”
No comments:
Post a Comment