TEKS

SELAMAT DATANG DAN JANGAN LUPA ISI BUKU TAMU & KOMENTAR YA.....

Thursday, March 17, 2011

Sejarah Dakwah Pada Masa Bani Abbasiyah

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pentingnya mempelajari sejarah dakwah ini bagi para da’I, karena sebagai suatu pedoman, pegangan tamsil, dan tolak ukur agar para da’I bisa mencapai suatu keberhasilan dan menyebar luaskan dan meningkatkan mutu islam itu sendiri.

Suatu pesan yang disampaikan, yang mana mendapat respon yang baik dari para mad’u tersebut bila mana seorang da’I mengetahui, memahami dunia dakwah tersebut baik meliputi sosiologi dakwah, psikologu dakwah dan sejarah keda’waan.

Berbagai rintangan, hambatan dalam menyampaikan dakwah ini tidak sedikit dari anbiya’. Merasakannya. Seperti halnya nabi Muhammad SAW, begitu halnya masa setelah beliau yakni masa Khulafa’ur rosyidin, bani umayah, mereka tetap melaksanakan dakwah tersebut (menyampaikan Islam keseluruh dunia) dan akhirnya mereka pun berhasil dan pada pembahasan ini, masa setelah bani umayah yakni bani abbasiah, kami berusaha untuk mengmbil tamsil dari perjuangan mereka.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana leadaan pemerintahan dinasti bani Abbasiah?

2. Usaha dakwah apa yang berjalan pada masa pemerintahan dinasti Abbasiah?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Bentuk Keadaan Pemerintahan Bani Abbas

Awal masa kekuasaan dinasti bani Abbas diawali dengan pembangkangan yang dilakukan oleh dinasti umayah di Andalusia. Di satu sisi abdur Rohman al-daklil bergelar Amir (jabatan kepala wilayah ketika itu) sedang di sisi lain, ia tidak tunduk pada Kholifah yang ada di Baghdad. Pembangkangan Abdur Rohman al-daklil terhadap bani Abbas mirip dengan pembangkangan yang dilakukan oleh mua’wiyah terhadap Ali bin Abi Tholib[1].

Dari segi durasi, kekuasaan dinasti Bani Abbas termasuk lama, yaitui sekitar lima abad (133- 656 H/ 750- 1258 M), dan masa pemerintahan bani Abbas di bagi menjadi beberapa fase, menurut Ira M. Lapidus, menyederhanakan fase dinasti bani abbas menjadi Dua:

Pertama, masa Awal dinasti bani Abbas (750-833 M)

Kedua, masa kemundurannya (833- 945 M).

Adapun Badri Yatim membagi fase dinasti bani Abbas menjadi lima periode:

- Periode pertama atau pengaruh Persia pertama (750- 847 M).

- Periode kedua atau periode pengaruh turki pertama (750- 847 M).

- Periode ketiga atau periode pengaruh Persia kedua yang ditandai dengan penguasaan Baghdad oleh dinasti Buwaihi (945-1055 M).

- Periode keempat atau periode pengaruh turki kedua ditandau dengan penguasaan Baghdad oleh Dinasti Saljuk.

- Periode kelima[2].

Kali pertama pendiri dinasti Abbas adalah abu al-Abbas Al safah (750- 754 M). akan tetapi, karena kekuasaannya sangat singkat maka Abu Ja’far al Mansur menggantikannya (754- 775 M) dan banyak berjasa dalam membangun pemerintahan dinasti Abbas. Pada tahun 762 M, Abu ja’far al- Mansur memindahkan ibu kota dari damaskus ke hasyimiyah, kemudian dipindahkan lagi ke Baghdad dekat dengan etesiphon bekas ibu kota Persia. Oleh karena itu, ibu kota pemerintahan dinasti bani Abbas berada di tengah-tengah bangsa Persia[3].

Sistem pemerintahan baru yang di ciptakan oleh abu ja’far al- Mansur adalah pengangkatan wazir sebagai coordinator departemen. Wazir pertama adalah Kholid bin Barmak yang berasal dari Persia. Al-Mansur juga membentuk lembaga protocol negara, sekretaris negara, kepolisian negara disamping angkatan bersenjata, dan lembaga kehakiman negara.

Dari sini dapat didimpulkan, pendiri dinasti bani Abbas adalah Abu al-Abbas al-safah dan Abu Ja’far al-Mansur, sedangkan masa kejayaan dinasti ini berada pada fase delalapan Kholifat berikutnya, al-Mahdi (775- 785 M), al-Hadi (775+ 786 M), Harun ar-Rosyid (786- 809 M), al-Amin 809- 813 M), al-Makmun (813- 833 M), al-Multasim (833- 842 M), al-watsid (842- 847 M), al-Mitawakkil (847- 861 M).

Kemunduran dinasti bani Abbas ditandai dengan adanya pertikaian internal dinasti bani Abbas sebelum meninggal, Harun al-Rosyid telah menyiapkan dua anaknya yang diangkat menjadi putra mahkota untuk menjadi kholifah ya’ni al-Amin dan al-MAkmin. Al-Amin diberi hadiah berupa wilayah bagian barat, sedangkan al-Makmun diberi hadiah beripa wilayah bagaian timur, setelah Harun ar-Rosyid wafat (809 M), al-Amin putra mahkota tertua, tidak bersedia membagi wilayahnya dengan al-Makmun. Oleh karena itu pertempuran dua bersaudara terjadi yang akhirnya dimenagkan oleh al-Makmun[4]. Setelah perang usai al-ma’min berusaha menyatukan kembali wilayah dinasti bani Abbas. Untuk keperluan itu, ia didukung oleh Tahir panglima militer, dan saudaranya sendiri yaitu Mu’tyasim.

Faktor lain kemunduran dinasti Abbas itu sendiri adalah adanya faham mu’tazilah yang dijadikan sebagai madzhab resmi pada masa pemerintahan al-Ma’mun. Dijelaskan bahwa faham mu’tazilah dijadikan alat oleh al-Ma’mun untuk menguji para pemuka Agama dan hakim adalah ajaran tentang kemakhlikan al-Qur’an. Dan munculnya juga aliran Ahl al-Sinnah yang mana dipelopori oleh Abu al-hasan ali bin Ismail Al-Asy’ari, beliau adalah murid al-Juba’I (Mu’tazilah). Perdebatan antara al-Juba’I dengan al-Asy’ari membuat murid mengubah sikap, yaitu menyatakan diri keluar dari mu’tazilah[5].

Dari segi ketundukan kepada kholifah, dinasti-dinasti kecil dapat dibedakan menjadi dua dinasti yang mengakui kholifah Abbasiah, dan dinasti yang tidakj mengakui kholifah tersebut. Sedangkan dari segi letak geografis, dinasti-dinasti kecil dapat dibedakan menjadi dua, dinasti –dinasti kecil di timur Baghdad, thahiri, safari, dan samani. Dan dinasti-dinasti kecil di barat Baghdad, Idrisi, Aglaby, Thulub, Hamdani, dan Ikhsidi. Akan tetapi, terdapat dua dnasti kecil yang secara langsung mengusai beghdad, Buwaihi, dan Saljuk.

B. Usaha-usaha Dakwah Pada Masa Pemerintahan Dinasti Bani Abbas

Masa pemerintahan dinasti Abbasiah merupakan masa keemasan bagi dunia islam, karena pada masa ini perkembangan islam sangat meningkat, salah satumya adalah usah dalam rangka memajukan ilmu pengetahuan, termasuk ilmu agama.

A. Perkembangan Ilmu Agama

1. Kalam Mu’tazilah

Pada zaman dinasti Abbasiah fase pengaruh Persia pertama, aliran mu’tazilah yang dirintis oleh wasil al-atha pada zaman umayah diteruskan oleh murid-muridnya dan dikembangkan. Toko mu’tazialah kedua adalah Amr ibn Ubaed (699- 757 M). gagasan pokok yang menjadi ajaran mu’tazilah adalah al-Amr bi al-Ma’ruf wa al-nahyan al-Munkar[6].

2. Hadist Dan Fiqh

Malik ibn Anas ibn Abi Amr al-Ashbali di lairkan di Madinah pada tahun 97 H, ia hidup pada zaman pemerintah umayah selama 40 tahun, dan sisanya yakni 46 tahun di habikan pada zaman bani Abbasiah, Imam Malik wafat tahun 179 H.

Imam Malik menyaksikan beberapa pemberontakan dan kedzaliman yang dilakukan oleh para pemimpin politik, seperti penindasan yang dilakukan terhadap keturunan Ali bin Abi Tholib, beliau menyikapi pemberontakan tersebut dengan berpendapat “apabila seorang kepala negara mampu berlaku adil, dan masyarakat senang menerimanya, maka kita tidak boleh memberontak terhadapnya, dan jika ia tidak berlaku adil, rakyat harus sabar dan memperbaiki orang yang menjadi kepala negara, tapi apabila ada yang memberontak karena ketidak adilan tersebut, kita tidak boleh membentu pemerintah dalam menindas pemberontak tersebut, karya tertulis yang di hasilkan oleh imam malik yang sampai saat ini masih dapat kita baca adalah Al-Mutawattho’, kitab ini merupakan kitab hukum islam yang outentikyang pertama dan juga merupakan kumpulan hadist Nabi Muhammad SAW.

Ulama’ yang lainnya adalah Muhammad ibn Idris al-Syafi’I (150-204H). Imam Syafi’I menghasilkan tiga karya besar dalam tiga bidang ilmu, al-Umm dalam bidang Fiqih, Ar-Risalah dalam biudang Ushulul fiqh, dan Fiqih al-Akbar dalam bidang Ilmu kalam.

Selain ulama’ tersebut diatas, jhga terdapat ulama besar yang lahir antara lain:

- Zakaria al-Rozi atau yang lebih dikenal dengan Razhes (bahasa latin), beliau adalah ahli kedokteran klinis. Dan penerus ibn hayyam dalam pengembangan ilmu kimia. Ia melakukan penelitian empiris dengan menggunakan peralatan yang lebih canggih disbanding dengan kegiatan ilmiah sebelumnyadan mencatat setiap perlakuan kimiawi yang dikenankannya terhadap bahan-bahan yang di telitinya serta hasilnya. Bukunya merupakan buku manual laboratium kimia yang pertama[7].

- Al-faraby yang di kenal di dunia barat dengan nama Alpharasius, seorang filosof yang juga ahli dalam fisika, ia menulis kitab al-musiqa dan masih banyak karya tulis yang lainnya.

- Abu Rahan Muhammad al-Biruni yang diberi gelar oleh Akbar S. Akhmad dengan gelar ahli Antropologi pertama (bapak Antropologi). Argumentasinya adalah karena al-Biruni seorang observer partisipan yang luas tentang masyarakat “asing” dan berupaya mempelajari naskah primer dan pembahasannya beliau juga ahli matematika, astronomi, dan sejarah. Al-Baruni menulis buku kitab al-Hind atau tahqiq ma al-hind, kitab al-saidina yang berisi sejumlah informasi mengenai pengobatan pada waktu itu.

- Ibn Sina yang dengan nama latinnya Avicema, beliau adalah ahli dalam bidang kedoktoran filsafat. Karya besarnya dalam bidang kedoktoran adalah al-Danun fi al-Thib. Buku ini selama lima abad menjadi buku pegangan di Universitas-universitas Eropa.

- Umar Khayyam adalah ahli astrinomi, pedoktrinan, fisika dan sebagaian besar karyanya dalam bidang matematika, akan tetapi, beliau lebih dukenal sebagai penyair dan sufi. Beliau adalah penemju koeefesien-koefesien binominal dan memecahkan permasalahan- permasalahan kubus.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemerintah dinasti Abbasiyah kali pertama dipimpin oleh Abu Abbas al-Safah. Yang mana bani Abbas ini berlangsung selama kurang lebih tiga setengah abad. Dalam kurun waktu yang bnbegitu lama maka pemerintahan ini dibagi menjadi lima fase.

Dalam suatu pemerintahan adakalanya mencapai masa pendirian, masa kemajuan dan masa kemunduran, begitu halnya dengan pemerintahan bani Abbas sendiri, yang mana pendiri dinasti bani Abbas yaitu Abu Abbas al-Salaf dan Abu Ja’far al-Mansur. Kemudian masa kemajuan atau keemasan terjadi pada fase kedelapan kholifah berikutnya yaitu Al-Mahdi, Harun ar-Rosyid, dan sampai pada al-mutawakkil. Masa kemunduran juga manimpa dinasti Abbas sendiri. Beberapa faktor penyebabnya antara lain, adanya faham mu’tazilah yang dijadikan sebagai madzhab resmi negara. Dan munculnya dinasti-dinasti kecil yang tidak mengakui pemerintahan ini.

Kemajuan yang dicapai bani Abbasiah pun beragam, terlebih dalam urusan Ilmu pengetahuan, ilmu Agama pun ikut berkembang pesat.

Munculnya ilmu kalam mu’tazilah, juga munculnya para ulama’ besar dalam berbagai ilmu pengetahuan, seperti halnya Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam Syafi’i mereka adalah ahli dalam bidang hadits dan fiqih, katya tulis mereka pun banyak dipelajari oleh para pelajar, seperti Al-Mutawattho’ karya tulis Imam MAlik, juga karya tulis yang di hasilkan oleh Imam Syafi’I, yaitu kitab Al-Umm dalam bidang fiqh.

Selain ulama’ besar di atas juga terdapat para ulama’ yang lain seperti Zakaruyah al-Rozi seorang ahli kedokteran klinis dan penerus Ibn Hayyan dalam pengembangan ilmi kimia. Al-Farabi atau yang lebih dikenal dengan Alpharabius seorang filosof dalam ilmu logika, matematika dan pengobatan. Dan juga Ibnu Sina atau Aucenna yang ahli dalam bidang ilmu kedokteran dan filsafat.

Oleh karena itu, kejayaan Islam pada masa Bani Abbasiah bisa dijadikan potret masa depan Islam di masa mendatang. Dan untuk mencapai dan memiliki kejayaan dan kemajuan islam kembali.

B. kritik dan Saran

Ungkapan terima kasih kepada pembaca dan pendengar makalah ini , dan partisipasi dari kalian sangat pemakalah harapkan, Karen makalah ini masih dari yang namanya sempurna. Dan terutama bagi bapak Moh. Rofiq selaku pengampuh materi kuliyah sejarah dakwah beribu terima kasih dan maaf. Karena apa jadinya kami kalau tanpa bimbingannya, dan untuk kesabarannya dalam mendidik kami.

DAFTAR PSTAKA

Mubarak Jaih, Sejarah Peradaban Islam, bandung; CV. Pustaka Islamika, 2008.

A. Hasyimy, Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta; Bulan Bintang, 1979.



[1] Jalil Mubarok, Sejarah Peradaban Islam. (Bandung : CV. Pustaka Islamiya 2008)hlm. 143

[2] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam : Dirasah Islamiyah II (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1997)hlm. 49-50.

[3] Badri Yatim. Hlm. 50-51

[4] Badri Yatim. Hlm. 62

[5] Harun Nasution, Teknologi Islam. Hlm. 65

[6] Ahmad Amin, Dhuha Al-Islam. Maktabah Nadhah Al-mishriyah Jilid III. Hlm. 83-84

[7] Ahmad Baiguni, Kemampuan Umat Islam Dalam Sains Dan Teknologi : Jakarta. 1994. Hlm. 13

2 comments: