PEMBAHASAN
DEFINISI METODOLOGI DAKWAH
By : Husen, Rohman
A. Pengertian metodologi dakwah.
Metodologi Dakwah adalah cara yang dilalui seorang da’i dalam menyampaikan pesan dakwah keislamannya, atau cara seorang da’i dalam penerapan pendekatan dakwah.
B. Pembagian Metodologi Dakwah.
Macam-macam metode banyak jumlahnya. Dalam Al-Qur’an surat Al-Nahl ayat 125 terdapat tiga hal yang menjadi prinsip utama methode-methode yang ada:
"Artinya : Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Rabbmu Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalanNya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk" [An-Nahl : 125]
Dalam ayat diatas secara jelas Allah SWT memberikan anjuran dalam menyampaikan dakwah, yaitu Al-Hikmah, Mauidzah, dan debat atau Jadalah. Maka sangat penting seorang da’i mengacu pada prinsip diatas dalam menyampaikan dakwah keislamannya.
Berikut macam-macam dari metode dakwah:
1) Metode Al-Hikmah
Hikmah secara bahasa memiliki beberapa arti: al-Adl, al-Ilm, al-Hilm, al-Nubuwah, al-Qur’an, al-Injil, al-Sunnah, dan lain sebagainya. Para ulama telah mendefinisikan secara istilah. Al-Hikmah berarti mengetahui sesuatu yang terbaik dengan pengetahuan yang paling baik. Ibn Katsir menafsirkan kata Hakim, dengan keterangannya, hakim dalam perbuatan dan ucapan, hingga dapat meletakan sesuatu pada tempatnya.
Dakwah al-Hikmah, yang berarti dakwah bijak, mempunyai makna selalau memperhatikan suasana, situasi, dan kondisi mad’u dan al-Hikmah ini ditujukan kepada mad’u yang kapasitas intelektual pemikirannya terorganisasikan khawas, cendikiawan, atau ilmuwan. Dengan demikian maka Hikmah itu menggunakan cara yang relevan dan realistis hingga dapat diterima oleh mad’u.
a) Al-Hikmah berdasarkan sumbernya
1. Allah menyebut namanya dengan kata hikmah dalam Al-Qur’an sebanyak 80 kali.
2. Diantara pekerjaan Rasulullah saw, adalah mengajarkan Hikmah.
3. Allah menganjurkan untuk berdakwah dengan Metode Hikmah ini, dalam surat Al-Nahl ayat 125.
b) Al-Hikmah berdasarkan Sistem dan Strukturnya.
Dalam proses menjalankan metode dakwah dengan Al-Hikmah tentunya memiliki sistem dan strukturnya. Rasulullah SAW adalah salah satu yang menggunakan metode Hikmah. Beliau sering menggunakan cara Hikmah dalam menyampaikan dakwahnya, contoh saat beliau menghadapi pemuda yang meminta izin kepada beliau untuk berzina. Rasulullah saat itu menggunakan seluruh sistem dalam Pendekatan Hikmahnya, beliau menggunakan pikiran, perasaan dan segala pengalamannya dalam menghadapinya.
Dari apa yang dicontohkan Rasulullah, dapat kita petik sistem yang dipakai dalam pendekatan Hikmah ini. Dari mulai menggunakan pemikiran, perasaan dan pengalamannya membuat beliau sukses dalam menghadapi problem yang ia hadapi. Karena beliau menganalisis terlebih dahulu apa yang ada dalam jiwa sang pemuda dan mengetahui yang menjadi keinginan diri sang pemuda. Dengan cara itu Rasull mampu memberika penyelsaian yang sesuai dengan jiwa orang yang merasakan masalah tersebut.
c) Al-Hikmah berdasarkan Thabaqoh dan Bentuknya
Dalam konteks pelaksanaannya, metode Al-Hikmah lebih efektif dalam konteks Dakwah Fardiyah, fi’ah dan Ummah. Dakwah Fi’ah sendiri memiliki pengetian, dakwah yang dilakukan terhadap kelompok kecil. Term fi’ah diambil dari Surat Al-Baqarah ayat 249. Sementara dakwah ummah berarti dakwah yang dilakukan pada mad’u yang bersifat masal.
Al-Hikmah lebih condong efektif dengan tiga thabaqah konteks tersebut diatas karena sifat yang dimiliki al-Hikmah sendiri yaitu, menyeru dengan menyesuaikan situasi, kondisi dan emosionalnya sang mad’u. Seperti contoh dalam konteks keluarga yang termasuk dakwah fi’ah. Seorang ayah yang menyeru anak-anaknya akan serta merta menyesuaikan dengan kondisi fisik atau nalar sang anak.
Al-Hikmah dipandang dari segi bentuk dakwah, mengarah pada bentuk dakwah Tablig dan Irsyad. Karena unsur utama Hikmah adalah seruan yang juga ciri utma dakwah tablig juga irsyad. Seperti dalam bentuk irsyad, seorang penyuluh akan memberi jawaban atas problem yang dihadapi pasennya dengan sebuah jawaban yang sudah dengan tepat dianalisis dengan keadaan sang pasien. Dan masih banyak contoh yang dapat diambil dalam bentuk Hikmah ini.
2) Metode Mauidhah
Secara etimologis mauidzah merupakan bentuk asal dari kata waadza-yaidzu-iwa’dzan; yang memiliki arti menasehati dan mengingatkan akibat suatu perbuatan. Selanjutnya Mauidzah menurut kebanyakan pendapat para ilmuan memiliki sinonim dengan nasehat. Dalam lintas sejarahnya, metode ini menjadi bagian terpenting dalam pelaksanaan dakwah para Nabi terdahulu termasuk Nabi Besar Muhammad SAW.
Bagi sebagian ulama mengharuskan ada tambahan kata sesudah kata Mauidzah, karena nasehat masih bersifat umum yang bisa dikatkan dengan nasehat kejahatan dan lainya yang berefek negatif. Maka dapat kita lihat diberbagai sumber, kata Mauidzah selalu memiliki terusan kata Hasanah untuk menunjukan kekhususan kata Mauidzah sebagai nasehat yang baik.
1) Mauidzah Hasanah berdasarkan Sumbernya
1. Surat Al-Nahl ayat 125.
2. An-Nissa ayat 63.
3. Nasehat atau Mauidzah adalah sebagai dasar Agama, seperti diungkapkan Rasull dalam Sabdanya, “Agama adalah Nasehat.”
2) Mauidzah Hasanah berdasarkan Sistem dan Strukturnya
Dalam sebuah sistem yang didasrkan pada Prinsif metode Mauidzah Hasanah ada hal yang penting yang mesti diperhatikan. Yaitu cara penyampaian nasehat dan isi nasehat itu sendiri. Dalam ilmu komunikasi ada beberapa cara agar dalam menyampaikan nasehat dapat menghasilkan respon yang kita inginkan, diataranya dengan cara menganalisi kepribadian orang yang akan dinasehati dan menganalisis bentuk masalah yang menjadi akibat datangnya sebuah nasehat.
3) Mauidzah Hasanah berdasarkan Thabaqoh dan Bentuknya
Mauidzah atau Nasehat berdasarkan pada Thabaqahnya merujuk pada konteks dakwah fardiyah. Fardiyah sendiri memiliki pengertian, Ajakan atau seruan kepada perorangan. Dalam ilmu komunikasi dikenal kata Interpersonal yang berarti komunikasi yang melibatkan dua orang saja.
Sedangkan Mauidzah Hasanah atau Nasehat dipandang dari bentuknya merujuk pada bentuk dakwah yang dikembangkan oleh Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI) di Universitas Negeri Islam. Kajian itu merujuk pada Irsyad yang berarti proses penyampaian ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, penyuluhan dan psikoterapi. Dan dalam konteksnya Irsyad menggunkan prinsif dakwah Mauidzah atau nasehat dalam menyampaikan segala hasil anasisnya.
3) Metode Mujadalah
Mujadalah merupakan upaya dakwah melalui bantahan, diskusi, atau berdebat dengan cara yang terbaik. Seperti halnya pada metode Mauidzah, Kata Mujadalah dianggap harus memiliki kata tambahan sebagi prinsif dakwah. Maka para ulama menambahkan kata al-ahsan setelah kalimat mujadalah, untuk menuunjukan unsur positif pada prinsif mujadalah ini. Prinsif metode ini ditujukan kepada mad’u yang melakukan penolakan, tidak peduli atau mungkin membantah.
Drs. H. Rohandi Abdul Fatah, M.Ag dan Drs. M. Tata Taufik, M.Ag menyampaikan dalam bukunya bahwa Para Ulama mendefinisikan secara khusus tentang Mujadalah ini, seperti dibawah ini:
1. Usaha yang dilakukan seseorang dalam mempertahankan agrumen untuk menghadapi lawan bicara.
2. Cara yang berhubungan dengan pengukuhan pendapat.
3. Membandingan berbagai dalil atau landasan untuk mencari yang paaling tepat.
Prinsif Mujadalah atau perdebatan bukan sarana mencari siapa yang menang dan yang kalah, akan tetapi merupakan sesuatu yang dipakai untuk mempertahankan dan meluruskan kegiatan dakwah. Oleh karena itu diharapkan seorang da’i memiliki kearifan dalam pemakaian metode Mujadalah ini.
a) Mujadalah al-Ahsan berdasarkan Sumbernya
1. Allah memerintahkan menggunakan metode Mujadalah dalam surat Al-Nahl: 125 dan surat Al-Ankabut: 46.
2. Metode ini merupakan akibat dari tabiat fitrah manusia yang suka membantah. Seperti dalam Al-Qur’an surat Al-Kahfi:54
“Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al Quran ini bermacam-macam perumpamaan. Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah.”
b) Mujadalah al-Ahsan berdasarkan Sistem dan Strukturnya
Secara sistem, Metode Mujadalah dilakukan dengan alasan adanya pembantahan dan penolakan dalam proses dakwah. Dengan demikiian Mujadalah merupakan sesuatu yang amat penting dalam pelaksanaan dakwah, terutama di zaman seperti sekarang ini. Namun harus juga diperhatikan subtansi dan efek yang akan ditimbulkan jika dalam perdebatan dengan pihak yang membantah kita justru terpojokan bukan karena Subtansi keislamannya tapi karena kekurangan kemampuan dalam metode ini.
Para pelaku dakwah harus memiliki kekuatan pemikiran yang luas dan memiliki mental yang kuat pula saat menghadapi pembantahan yang mungkin akan memancing dan menguji mental seorang da’i.
c) Mujadalah al-Ahsan berdasarkan Thabaqoh dan Bentuknya
Metode Mujadalah al-Ahsan ini bisa dilakukan dalam beberapa konteks Thabaqoh. Diantaranya, Fardiyah, Fi’ah, Ummah, dan Hizbiyah. Jadi, metode Mujadalah atau perdebatan bisa terjadi pada konteks face to face atau juga bisa dalam konteks antar kelompok kecil juga. Dalam perkembangannya sering kita simak perdebatan antar Agama, termasuk didalamnya para Da’i yang membela panji Islam. Konteks seperti itu termasuk Thabaqah yang tinggi mencakup tingkat global.
Dipandang dari segi bentuknya, metode Mujadalah hanya condong pada kegiatan dakwah dengan bentuk Tablig. Karena tablig bersifat insidental, oral, masal, seremonial, bahkan kolosal.
olow
ReplyDeletega bisa baca baca soalnya tulisan ketimpa sama gambar latar.. :'(
ReplyDeleteBener dah ini ga kebaca hehe. Mungkin background nya bisa digantikan dengan gambar lain.
ReplyDeleteGak ke baca sama sekali ,atau mungkin warna hurufnya bisa diganti jangan hitam
ReplyDelete