BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Belakangan ini banyak bermunculan karya-karya filsafat dari tokoh-tokoh islam. Bagi beberapa pihak hal ini mengejutkan mengingat adanya anggapan banyak orang tentang keengganan islam berfilsafat sejak Al Ghazali mengembangkan kritiknya terhadap filsafat dan para filosof muslim terutama Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd.
Namun anggapan seperti itu bertolak belakang mengingat banyak sekali bermunculan ahli filsafat muslim setelah Ibnu Rusyd. Kemudian untuk mengungkap ketidak cocokan Al Ghazali mengenai filsafat perlu pembahasan yang mendetail. Disini akan dipaparkan salah satu filsafat muslim yang mungkin bertentangan dengan Al Ghazali yaitu Ikhwan Al-Shafa.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana latar belakang dan keanggotaan Ikhwan Al-Shafa ?
2. Sebutkan karya-karya Ikhwan Al-Shafa ?
3. Sebutkan filsafatnya Ikhwan Al-Shafa ?
C. Tujuan Mempelajari Filsafat Ikhwan Al-Shafa
Mempelajari filsafat Ikhwan Al-Shafa mempunyai beberapa tujuan diantaranya :
1. Untuk mengetahui latar belakang dan keanggotaan Ikhwan Al-Shafa.
2. Bisa menyebutkan karya-karya Ikhwan Al-Shafa.
3. Untuk memperdalam filsafatnya Ikhwan Al- Shafa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Lahir dan Keanggotaan
Ikhwan al-Shafa’ (Persaudaraan Suci) adalah nama kelompok pemikir Islam yang bergerak secara rahasia dari sekte Syi’ah Ismailiyah yang lahir pada abad ke 4 H (10 M) di Basrah. Kelompok ini juga menamakan dirinya Khulan al-Wafa’, Ahl al-Adl, dan Abna’ al-Hamd. Salah satu ajaran Ikwan al-Shafa adalah paham taqiyah (menyembunyikan keyakinan), paham taqiyah ini disebabkan basis kegiatannya berada ditengah-tengah masyarakat sunni yang nota bene adalah lawan ideologi dari Ikhwan al-Shafa’ (Syi’ah), kerahasiaan kelompok ini juga disebabkan oleh dukungan mereka terhadap faham mu’tazilah yang telah dihapuskan dari madzhab Negara oleh khalifah Abbasiyah al-Mutawakkil (sekte sunni). maka kaum rasionalis dicopot dari jabatan pemerintahan kemudian diusir dari Baghdad.
Berikutnya penguasa melarang mengajarkan kesusateraan, ilmu, dan filsafat. Kondisi yang tidak kondusif ini berlanjut pada khalifah-khalifah sesudahnya. Berdasarkan permasalahan itulah kelompok ini selain bergerak di bidang keilmuan juga bertendensi politik.
Pada masa khilafah Abbasiyah dikuasai Dinasti Salajikah yang berpaham sunni, gerakan kelompok ini dinilai mengganggu stabilitas keamanan dan ajaran-ajarannya dipandang sesat. Maka pada tahun 1150 Khalifah Al-Muntazid menginstruksikan agar seluruh karya filsafat Ikhwán dibakar. Hal ini disebabkan karena perbedaan ideologi antara penguasa Dinasti Salajikah yang Sunni dengan kelompok Ikhwan al-Shafa yang Syiah.
Ikhwan al-Shafa’ merupakan gerakan yang mempertahankan semangat berfilsafat khususnya dan pemikiran rasional umumnya. Tokoh terkemuka kelompok ini adalah Ahmad ibnu Abd Allah, Abu Sulaiman Muhammad Ibnu Nashr al-Busti yang terkenal dengan sebutan al-Muqaddasi, Zaid ibn Rifa’ah selaku ketua dan Abu al-Hasan Ali ibnu Harun al-Zanjany.
Lahirnya Ikhwan al-shafa’ adalah ingin menyelamatkan masyarakat dan mendekatkannya pada jalan kebahagiaan yang diridhai Allah. Menurut mereka, syariat telah dinodai bermacam-macam kejahiliyahan dan dilumuri keanekaragaman kesesatan. Satu-satunya jalan untuk membersihkannya adalah filsafat.
Dalam kelompok ini ada empat tingkatan anggota sebagai berikut:
· Al-Ikhwan al-Abrar al-Ruhama, kelompok yang berusia 15-30 tahun yang memiliki jiwa yang suci dan pikiran yang kuat. Mereka berstatus murid, karenanya dituntut tunduk dan patuh secara sempurna kepada guru.
· Al-Ikhwan al-Akhyar , yakni kelompok yang berusia 30-40 tahun. Pada tingkat ini mereka sudah mampu memelihara persaudaraan, pemurah, kasih sayang, dan siap berkorban demi persaudaraan (tingkat guru-guru).
· Al-Ikhwan al-Fudhala al-Kiram, yakni kelompok yang berusia 40-50 tahun. Dalam kenegaraan kedudukan mereka sama dengan sultan atau hakim. Mereka sudah mengetahui aturan ketuhanan sebagai tingkatan para nabi.
· Al-Kamal, yakni kelompok yang berusia 50 tahun ke atas. Mereka disebut dengan tingkat al-Muqarrabin min Allah karena mereka sudah mampu memahami hakikat sesuatu sehingga mereka sudah berada diatas alam realitas, syariat dan wahyu sebagaimana malaikat al-muqarrabun.
B. Karya-Karyanya
Pertemuan-pertemuan yang dilakukan sekali dalam 12 hari di rumah Zaid ibn Rifa’ah (ketua) secara sembunyi-sembunyi tanpa menimbulkan kecurigaan telah menghasilkan 52 risalah. Ditilik dari segi isi, rasail tersebut dapat diklasifikasikan kepada empat bidang yaitu:
· 14 risalah tentang matematika, yang mencakup geometri, astronomi, musik, geografi, seni, modal dan logika
· 17 risalah tentang fisika dan ilmu alam, yang mencakup genealogi, mineralogi, botani, hidup dan matinya alam, senang sakitnya alam, keterbatasan manusia, dan kemampuan kesadaran.
· 10 risalah tentang ilmu jiwa, mencakup metafisika Phytagoreanisme dan kebangkitan alam
· 11 risalah tentang ilmu-ilmu ketuhanan, meliputi kepercayaan dan keyakinan, hubungan alam dengan Allah, akidah mereka, kenabian dan keadaannya, tindakan rohani, bentuk konstitusi politik, kekuasaan Allah, magic dan azimat.
C. Filsafatnya
a. Tawfiq dan At-Talfiq
Pemikiran at-Tawfiq Ikhwan al-Shafa terlihat pda tujuan pokokbidang keagamaan yang hendak mereka capai yakni merekonsiliasikan atau menyelaraskan antara agama dan filsafat dan juga antar agama-agama yang ada. Kemudian menurut mereka apabila dipertemukan dan disusun antara filsafat yunani dan syari’ah arab, maka ia akan menghasilkan formulasi yang lebih sempurna.
Disamping ituikhwan al-Shafa juga memadukan agama-agama yang berkembang pada waktu itu dengan berasaskan filsafat, seperti Islam, Kristen, Majusi, Yahudi dll. Karena menurut mereka tujuan agama adalah sama, yaitu untuk mendekatkandiri kepada tuhan.
Usaha at-Taufiq di atas akan menghasilkan kesatuan filsafat dan kesatuan madzhab. Implikasinya akan melahirkan apa yang disebut dengan at-Talfiq (elektik), yang memadukan semua pemikiran yang berkembang pada waktu itu, seperti pemikiran Persia, Yunani dan semua agama. Sementara itu sumber ajaran mereka ialah Nuh, Ibrahim, Socrates, Plato, Zoroaster, Isa, Muhammad, dan Ali, adalah keinginan yang ideal yang tidak pernah ada dalam realitas. Karena bagaimana mungkin menyatukan sifat manusia yang hitrogen secara utuh dan penuh kesadaran, kalaupun hal ini mungkin diwujudkan, tentu menghendaki pemaksaan, dan tidak akan bertahan lama.
b. Metafisika
Dalam masalah ketuhanan, Ikhwan al-Shafa melandasi pemikirannya pada angka-angka atau bilangan. Menurut mereka, pengetahuan tentang angka membawa pada pengakuan tentang keesaan Allah karena apabila angka satu rusak, maka rusaklah semua angka.
Selanjutnya mereka katakan, angka satu sebelum angka dua dan dalam angka dua terkandung pengertian kesatuan. Dengan istilah lain, angka satu adalah angka yang pertama dan angka itu terlebih dahulu dari angka dua lainnya. Oleh karena itu, keutamaan terletak pada yang dahulu, yakni angka satu. Sementara angka dua dan lainnya terjadinya kemudian. Oleh karena itu, terbuktilah bahwa Yang Maha Esa (Allah) lebih dahulu dari yang lainnya seperti dahulunya angka satu dari angka lain.
Hal ini terlihat jelas pengaruh Neo-Pythagoreanisme yang dipadukan dengan filsafat keesan Plotinus pada Ikhwan al-Shafa. Kesan tauhid dalam filsafat mereka itulah yang menarik Ikhwan al-Shafa mengambilnya sebagai argumen tentang keesan Allah.
Tentang ilmu Allah mereka katakan bahwa seluruh pengetahuan berada dalam ilmu Allah sebagaimana beradanya seluruh bilangan dalam bilangan satu. Berbeda dengan ilmu para pemikir, ilmu Allah dari zat-Nya sebagaimana bilangan yang satu, meliputi seluruh bilangan. Demikian pula ilmu Allah terhadap segala yang ada.
c. Emanasi (al-Faidh)
Berkaitan dengan penciptaan alam, pemikiran ikhwan al-Shafa merupakn perpaduan antara pendapat Aristoteles, Plotinus dan Mutakallimin. Bagi Ikhwan al-Shafa, tuhan adalah pencipta dan mutlak esa. Lengkapnya rangkaian proses emanasi itu adalah :
1. Akal Pertama atau Akal Aktif
2. Jiwa Universal
3. Materi Pertama
4. Potensi Jiwa Universal
5. Materi Absolut atau Materi Kedua
6. Alam Planet-planet
7. Anasir-anasir alam terendah, yaitu air, udara, tanah dan api
8. Materi gabungan, yang terdiri dari mineral, tumbuh-tumbuhan dan hewan.
Kedelapan mahiyah di atas bersama dengan zat Allah yang mutlak, sempurnalah jumlah bilangan menjadi sembilan. Angka sembilan ini membentuk substansiorganik pada tubuh manusia, yaitu tulang, sum-sum, daging, urat, darah, saraf, kulit, rambut dan kuku.
d. Matematika
Dalam pembahasan matematika Ikhwan al-Shafa dipengaruhi oleh pitagoras yang mengutamakan pembahasan tentang angka atau bilangan. Bagi mereka angka-angka itu mempunyai arti spekulatif yang dapat dijadikan dalil wujud sesuatu oleh sebab itu ilmu hitung merupakan ilmu yang paling mulia dibandingkan ilmu empirik karena tergolongilmu ketuhanan.
Angka satu merupakan dasar segala wujud ini da merupakan permulaan yang absolute. Huruf hijaiyah yang jumlahnya ada 28 adalah hasil perkalian dari 4 x 7. Angka 7 mengandung nilai kesucian sedangka angka 4 mempunyai arti empat penjuru angin.
e. Jiwa
Dalam tubuh manusia jiwa memiliki tiga fakultas :
a. Jiwa tumbuhan yaitu dimiliki oleh semua makhluk hidup. Jiwa ini terbagi dalam tiga daya yaitu makan, tumbuh, dan reproduksi.
b. Jiwa hewan yaitu dimiliki oleh hewan dan manusia. Jiwa ini memiliki dua daya yaitu penggerak dan sensasi.
c. Jiwa manusia yaitu jiwa yang menyebabkan manusia berpikir dan berbicara.
f. Moral
Adapun tentang moral, ikhwn al-shafa bersifat rasionalistis. Untuk itu suatu tindakan harus berlangsung bebas mereka. Dalam mencapai moral dimaksud, seseorang harus melepaskan diri dari ketergantungan kepada materi. Harus memupuki rasa cinta untuk bisa sampai kepada ekstase. Percaya tampa usaha, mengetahui tampa berbuat atau sia-sia. Kesabarabna dan ketabahan, kelembutan dan kehalusan kasih sayang, keadilan rasa syukur, mengutamakan kebijakan, gemar berkornban untuk orang lain kesemuanya harus menjadi krasteristik pribadi. Sebaliknya, bahasa kasar, kemunafiakan, penipuan, kezaliman, dan kepalsuan harus dikritis habis sehingga timbul kesucian perasaan, kecintaan yang membara sesame manusia, dan kemarahan terhhadap alam, binatang liar sekalipun.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Ikhwan al-Shafa’ (Persaudaraan Suci) adalah nama kelompok pemikir Islam yang bergerak secara rahasia dari sekte Syi’ah Ismailiyah yang lahir pada abad ke 4 H (10 M) di Basrah.
2. Ada empat tingkatan anggota Ikhwan al-Shofa yaitu : Al-Ikhwan al-Abrar al-Ruhama, Al-Ikhwan al-Akhyar, Al-Ikhwan al-Fudhala al-Kiram, Al-Kamal.
3. Karya-karya Ikhwan al-Shafa berjumlah 52 risalah yang diklasifikasikan dalam empat bidang yaitu : 14 risalah tentang matematika, 17 risalah tentang fisika dan ilmu alam, 10 risalah tentang ilmu jiwa, 11 risalah tentang ilmu-ilmu ketuhanan.
4. Filsafat Ikhwan al-Shafa mencakup : Tawfiq dan At-Talfiq, Metafisika, Emanasi (al-Faidh), Matematika, Jiwa dan moral.
B. Kritik dan Saran
Alhamdulillah tiada harapan dan upaya sedikitpun dari kami klecuali makalah ini dapat bermanfa’at bagi segenap pembaca, dan dapat menambah sedikit banyak mengenai studi Islam.
Di balik itu semua maka dengan segala kemampuan yang penulis miliki tentunya masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam makalah ini. Sudilah kiranya memberi teguran dan pembenaran kontruktif bagi kami, terutama dari teman-teman mahasiswa dan bapak dosen pengampu hususnya, dan sebelumnya kami ucapkan banyak terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Hasyimsyah. 1999. Filsafat Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama
Sirojuddin. 2009. Filsafat Islam. Jakarta: Rajawali Press
http://faridfann.wordpress.com/2008/05/21/biografi-dan-pemikiran-ikhwan-al-shafa/
http://senaru.wordpress.com/2009/06/07/ihwanu-al-safa%E2%80%99/
No comments:
Post a Comment