BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya rujuk berarti kembali, dan masih bersifat umum maka dari itu dalam pembahasan kali ini kami akan mencoba membahas atau menkhususkan arti rujuk tersebut ke dalam sebuah pernikahan, kita semua mengetahi bahwa pernikahan itu ialah sebuah ikatan yang sangat kuat antara laki-laki dan perempuan (mitsaqah ghalidhon) sebagaimana dalam KHI disebutkan, terlepas dari itu muncul berbagai permasalahan-permasalahan dalam pernikahan seperti talak, cerai dan rujuk. Dan untuk menyelesaikannya telah berbagai disiplin ilmu mempelajarinya mulai dari ilmu perkawinan, UU perkawinan, antropologi keluarga dan fiqih munakahat dan lain sebagainya yang di pelajari oleh mahasiswa khususnya mahasisiwa fakultas syari’ah dan hukum.
B. Rumusan Masalah
Secara sepintas kata rujuk dalam pernikahan berarti kembalinya mantan suami kepada mantan istrinya dalam masa idah sesudah talak raj’i, Berbagai permasalahan pun timbul mengenai apa sih sebenarnya arti rujuk itu dalam pernikahan ? Bagaimana tata cara rujuk ? apakah yang menjadi rukun dan syarat sahnya rujuk? Bagaimana UU perkawinan mengetasi masalah ini?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Rujuk
Rujuk menurut bahasa artinya kembali, sedangkan menurut istilah adalah kembalinya seorang suami kepada mantan istrinya dengan perkawinan dalam masa iddah sesudah ditalak raj’i. sebagaimana Firman allah dalam surat al-baqarah :228
“Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka(para suami) itu menghendaki islah”. (Q.S.Al-Baqarah:228)
Bila sesorang telah menceraikan istrinya, maka ia dibolehkan bahkan di anjurkan untuk rujuk kembali dengan syarat keduanya betul-betul hendak berbaikan kembali (islah). Dalam KHI pasal 63 bahwa Rujuk dapat dilakukan dalam hal:
a. Putusnya perkawinan karena talak, kecuali talak yang telah jatuh tiga kali atau talak yang di jatuhkan qabla al dukhul.
b. Putus perkawinan berdasarkan putusan pengadilan dengan alasan atau alasan-alasan selain zina dan khuluk.
B. Pendapat Para Ulama tentang Rujuk
Rujuk adalah salah satu hak bagi laki-laki dalam masa idah. Oleh karena itu ia tidak berhak membatalkannya, sekalipun suami missal berkata: “Tidak ada Rujuk bagiku” namun sebenarnya ia tetap mempunyai rujuk. Sebab allah berfirman: Artinya: Dan suami-suaminya berhak merujuknya dalam masa penantian itu”. (al-Baqarah:228)
Karena rujuk merupakan hak suami, maka untuk merujuknya suami tidak perlu adanya saksi, dan kerelaan mantan istri dan wali. Namun menghadirkan saksi dalam rujuk hukumnya sunnah, karena di khawatirkan apabila kelak istri akan menyangkal rujuknya suami.
Rujuk boleh diucapkan, seperti: “saya rujuk kamu”, dan dengan perbuatan misalnya: “menyetubuhinya, merangsangnya, seperti menciummnya dan sentuhan-sentuhan birahi.
Imam Syafi;I berpendapat bahwa rujuk hanya diperbolehkan dengan ucapan terang dan jelas dimengerti. Tidak boleh rujuk dengan persetubuhan, ciuman, dan rangsangan-rangsangan nafsu birahi. Menurut Imam Syafi’I bahwa talak itu memutuskan hubungan perkawinan.
Ibn Hazm berkata: “Dengan menyetubuhinya bukan berarti merujuknya, sebelum kata rujuk itu di ucapkandan menghadirkan saksi, serta mantan istri diberi tahu terlebih dahulu sebelum masa iddahnya habis.” Menurut Ibn Hazm jika ia merujuk tanpa saksi bukan disebut rujuk sebab allah berfirman.
Artinya: “Apabila mereka telah mendekati akhir masa iddahnya, maka rujuklah mereka dengan baik dan lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu.” (Q.S. At-Thalaq: 2)
C. Syarat dan Rukun Rujuk
1. Syarat Rujuk
a) Saksi untuk rujuk
Fuqaha berbeda pendapat tentang adanya saksi dalam rujuk, apakah ia menjadi syarat sahnya rujuk atau tidak. Imam malik berpendapat bahwa saksi dalam rujuk adalah disunnahkan, sedangkan Imam syafi’I mewajibkan. Perbedaan pendapat ini disebabkan karena pertentangan antara qiyas dengan zahir nas Al-qur’an yaitu:
“…….dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil…..”
Ayat tersebut menunjukan wajibnya mendatangkan saksi. Akan tetapi pengkiasan haq rujuk dengan hak-hak lain yang diterima oleh seseorang, menghendaki tidak adanya saksi. Oleh karena itu, penggabungan antara qiayas dengan ayat tersebut adalah dengan membawa perintah pada ayat tersebut sebagai sunnah.
b) Belum habis masa iddah
c) Istri tidak di ceraikan dengan talak tiga
d) Talak itu setelah persetubuhan
Jika istri yang telah di cerai belum perah di campuri, maka tidak sah untuk rujuk, tetapi harus dengan perkawinan baru lagi.
2. Rukun Rujuk
1) Suami yang merujuk
Syarat-syarat suami sah merujuk:
a) Berakal
b) Baligh
c)Dengan kemauan sendiri
d) Tidak di paksa dan tidak murtad
2) Ada istri yang di rujuk
Syarat istri yang di rujuk:
a) Telah di campuri
b) Bercerai dengan talak bukan dengan fasakh
c) Tidak bercerai dengan khuluk
d) Belum jatuh talak tiga.
e) Ucapan yang menyatakan untuk rujuk.
3) Kedua belah pihak (mantan suami dan mantan istri) sama-sama suka, dan yakin dapat hidup bersama kembali dengan baik.
4) Dengan pernyataan ijab dan qabul
Syarat lapadz (ucapan) rujuk:
a. Lafaz yang menunjukkan maksud rujuk, misalnya kata suami “aku rujuk engkau” atau “aku kembalikan engkau kepada nikahku”.
b. Tidak bertaklik — tidak sah rujuk dengan lafaz yang bertaklik, misalnya kata suami “aku rujuk engkau jika engkau mahu”. Rujuk itu tidak sah walaupun ister mengatakan mau.
c. Tidak terbatas waktu — seperti kata suami “aku rujuk engkau selama sebulan
D. Hikmah Rujuk
1) Dapat menyambung semula hubungan suami isteri untuk kepentingan kerukunan numah tangga
2) Membolehkan seseorang berusaha untuk rujuk meskipun telah berlaku perceraian.
3) Membolehkan seseorang berusaha untuk rujuk meskipun telah berlaku perceraian.
E. Hukum Rujuk
1) Wajib apabila Suami yang menceraikan salah seorang isteri-isterinya dan dia belum menyempurnakan pembahagian giliran terhadap isteri yang diceraikan itu.
2) Haram Apabila rujuk itu menjadi sebab mendatangkan kemudaratan kepada isteri tersebut.
3) Makruh Apabila perceraian itu lebih baik diteruskan daripada rujuk.
4) Makruh Apabila perceraian itu lebih baik diteruskan daripada rujuk.
5) Sunat Sekiranya mendatangkan kebaikan.
F. Prosedur rujuk
Pasangan mantan suami-istri yang akan melakukan rujuk harus dapat menghadap PPN (pegawai pencatat nikah) atau kepala kantor urusan agama (KUA) yang mewilayahi tempat tinggal istri dengan membawa surat keterangan untuk rujuk dari kepala desa/lurah serta kutipan dari buku pendaftaran talak/cerai atau akta talak/cerai.
Adapun prosedurnya adalah sebagaiu berikut:
a. Di hadapan PPN suami mengikrarkan rujuknya kepada istri disaksikan mimimal dua orang saksi.
b. PPN mencatatnya dalam buku pendaftaran rujuk, kemudian membacanya di hadapan suami-istri tersebut serta saksi-saksi, dan selanjutnya masing-masing membubuhkan tanda tangan.
c. PPN membuatkan kutipan buku pendaftaran rujuk rangkap dua dengan nomor dan kode yang sama.
d. Kutipan diberikan kepada suami-istri yang rujuk.
e. PPN membuatkan surat keterangan tentang terjadinya rujuk dan dan mengirimnya ke pengadilan agama yang mengeluarkan akta talak yang bersangkutan.
f. Suami-istri dengan membawa kutipan buku pendaftaran rujuk datang ke pengadilan agama tempat terjadinya talak untuk mendapatkan kembali akta nikahnya masing-masing.
g. Pengadilan agama memberikan kutipan akta nikah yang bersangkutan dengan menahan kutipan buku pendaftaran rujuk.
BAB II
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Rujuk menurut bahasa artinya kembali sedangkan menurut istilah adalah kembalinya seorang suami kepada mantan istrinya dengan perkawinan dalam masa idah sesudahditalak raj’i. Dalam KHI pasal 63 bahwa Rujuk dapat dilakukan dalam hal:
a. Putusnya perkawinan karena talak, kecuali talak yang telah jatuh tiga kali atau talak yang di jatuhkan qabla al dukhul.
b. Putus perkawinan berdasarkan putusan pengadilan dengan alasan atau alasan-alasan selain zina dan khuluk
Jadi pada dasarnya rujuk boleh dilakukan apabila kedua mempelai hendak islah (berbaikan kembali). Dan rujuk dapat sah apabila sudah memenuhi rukun dan syarat-syarat tertentu. Adapun yang menjadi hikmah rujuk diantaranya ialah:
Dapat menyambung semula hubungan suami isteri untuk kepentingan kerukunan numah tangga. Dan masih banyak lagi. Hukum rujuk itu sendiri seperti yang sudah di jelaskan di atas ada 5 yaitu wajib, Sunnah, Haram, Mubah dan makruh.
DAFTAR FUSTAKA
Drs. Slamet Abidin dan Drs. H. Aminudin. Fiqh munakahat II. CV Pustaka Setia cet I 1999 Bandung.
KHI (Kompilasi hukum islam) BAB XVIII RUJUK Pasal 63.
http://tayibah.com/eIslam/rujuk.htm
No comments:
Post a Comment