Desa Siaga adalah desa yang memiliki kesiapan sumber daya
dan kemampuan untuk mencegah dan mengatasi masalah / ancaman kesehatan
(
termasuk bencana dan kegawat-daruratan kesehatan ) secara mandiri dalam rangka
mewujudkan desa sehat. Desa Siaga merupakan basis bagi Indonesia Sehat.
Desa yang dimaksud disini dapat berarti
kelurahan atau istilah-istilah lain bagi kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas-batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
kepentingan yang diakui dan dihormati dalam Pemerintah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Pencanangan program nasional Desa Siaga yang ditargetkan
bisa mencakup 70.000 desa di seluruh Indonesia pada akhir tahun 2008 diharapkan
tidak terjebak pada kegiatan seremoni saja. Konsep Desa Siaga yang dimaksudkan
untuk memberdayakan masyarakat agar mau dan mampu hidup sehat itu harus
berkesinambungan dan menjadi bagian dari warga desa tersebut.
Agar sebuah desa menjadi
Desa Siaga maka desa tersebut harus memiliki forum desa / lembaga
kemasyarakatan yang aktif dan adanya sarana / akses pelayanan kesehatan
dasar. Dalam pengembangannya Desa Siaga akan meningkat dengan
membagi menjadi 4 Kriteria Desa Siaga :
· Tahap Bina
Pada tahap ini forum masyarakat desa mungkin belum aktif,
namun telah ada forum / lembaga masyarakat desa yang telah berfungsi dalam
bentuk apa saja, misalnya kelompok rembug desa, kelompok yasinan atau persekutuan
doa, dsb. Demikian juga Posyandu dan Polindesnya mungkin masih pada tahap
pratama. Pembinaan intensif dari petugas kesehatan dan petugas sektor
lainnya sangat diperlukan, misalnya dalam bentuk pendampingan saat ada
pertemuan forum desa untuk meningkatkan kinerja forum dengan pendekatan PKMD.
· Tahap Tumbuh
Pada tahap ini forum masyarakat desa telah aktif
lamdari anggota forum untuk mengembangkan UKBM sesuai kebutuhan masyarakat
selain posyandu , Demikian juga Polindes dan Posyandu sedikitnya sudah pada
tahap madya.
Pendampingan dari tim Kecamatan atau petugas dari
sektor/LSM masih sangat diperlukan untuk pengembangan kualitas Posyandu
atau pengembangan UKBM lainnya. Hal penting lain yang diperhatikan adalah
pembinaan dari Puskesmas PONED sehingga semua hamil bersalin nifas serta
bayi baru lahir yang risiko tinggi dan mengalami komplikasi dapat
ditangani dengan baik. Disamping itu sistem surveilans berbasis masyarakat juga
sudah sudah dapat berjalan, artinya masyarakat mampu mengamati penyakit (
menular dan tidak menular ) serta faktor risiko di lingkungannya secara terus
menerus dan melaporkan serta memberikan informasi pada petugas kesehatan / yang
terkait.
·
Tahap Kembang
Pada tahap ini forum kesehatan masyarakat telah berperan
secara aktif dan mampu mengembangkan UKBM-UKBM sesuai kebutuhan masyarakat
dengan biaya berbasis masyarakat. Sistem Kewaspadaan Dini masyarakat menghadapi
bencana dan kejadian luar biasa telah dilaksanakan dengan baik, demikian juga
dengan sistem pembiyaan kesehatan berbasis masyarakat.
Jika selama ini pembiayaan kesehatan oleh masyarakat
sempat terhenti karena kurangnya pemahaman terhadap sistem jaminan ,masyrakat
didorong lagi untuk mengembangkan sistem serupa dimulai dari sistem yang
sederhana dan jelas dibutuhkan oleh masyarakat, misalnya tabulin.
Pembinaan masih diperlukan meskipun tidak terlalu intensif.
·
Tahap Paripurna
Pada tahap ini semua indikator dalam kriteria Desa Siaga
sudah terpenuhi. Masyarakat sudah hidup dalam lingkungan sehat serta
berperilaku hidup bersih dan sehat. Masyarakatnya sudah mandiri dan siaga
tidak hanya terhadap masalah kesehatan yang mengancam , namun juga terhadap
kemungkinan musibah / bencana non kesehatan. . Pendampingan dari Tim Kecamatan
sudah tidak diperlukan lagi.
Desa siaga tidak hanya sekedar konsep yang bertengger di
atas awan. Dengan mengacu visi Departemen Kesehatan agar rakyat indonesia dapat
mewujudkan kesehatan secara mandiri, perlu dilakukan tindakan - tindakan nyata.
Sebagai contoh, pembentukan Pos Kesehatan Desa ( Poskesdes ) yang bertujuan
agar setiap desa mampu mengidentifikasi dan mencegah bencana, wabah, kurang
gizi dan persoalan - persoalan lain. Poskesdes diharapkan pula untuk
merevitalisasi upaya - upaya kesehatan bersumber masyarakat seperti posyandu,
pos obat desa, ambulans desa, bank daerah desa, kelompok pemakai air dan
koperasi jamban.
1.
POLINDES
Merupakan salah satu bentuk UKBM yang memiliki tenaga
kesehatan yang tetap dan tinggal di desa. Untuk pembinaan dan pelayanan
kesehatan ibu dan anak bagi masyarakat dapat langsung dirasakan dan sangat
besar manfaatnya. Bidan Desa yang tinggal bersama dengan masyarakat setempat
setiap saat siap dan siaga dalam pendampingan dan pemantauan kesehatan
masyarakat setempat.
Bagi kelurahan dan atau desa yang telah memiliki sarana
kesehatan milik Pemerintah maupun swasta seperti Rumah Sakit, Klinik ,
Puskesmas dan Pustu, pembentukan Desa Siaga tidak harus dikaitkan dengan
Polindes. Demikian juga bagi kelurahan di perkotaan / desa dengan jumlah
penduduk yang kecil , tidak harus membangun fasilitas pelayanan kesehatan; yang
penting adalah aksesibitas pelayanan kesehatan yang mudah. Pada kelurahan /
desa sejenis ini yang perlu adalah menekankan pada upaya pemberdayaan
masyarakat.
Pada daerah tersebut dilakukan pelatihan pemberdayaan
dan safe community dan meningkatkan forum kesehatan desa.
2.
POSYANDU
Revitalisasi
Posyandu, dengan berbagai rangkaian kegiatan. Revitalisasi yang
dilaksanakan secara menyeluruh dengan sasaran memantapkan kelembagaan posyandu,
kemampuan kader dan sarana Posyandu diharapkan akan dapat meningkatkan kinerja
Posyandu.
3.
POSKESTREN
Dengan pembinaan dan persiapan yang dilakukan,
Poskestren yang ada dapat menjadi pijakan awal dalam menuju desa siaga. Pondok
pesantren merupakan komunitas yang homogen dan membentuk masyarakat serta
lingkungan sendiri tetapi mempunyai peran dan pengaruh bagi masyarakat
sekitarnya. Ditambah lagi program pelatihan dan dukungan fisik dan peralatan
Pos Kesehatan Pondok Pesantren yang mendukung Santri Siaga, merupakan potensi
yang besar dalam mendukung terbentuknya Desa Siaga.
4.
POSKESDES
Merupakan salah satu bentuk UKBM yang baru
disosialisasikan oleh Departemen Kesehatan. Poskesdes diharapkan sebagai pusat
pengembangan atau revitalisasi berbagai UKBM lain yang dibutuhkan masyarakat
desa ( misalnya Pos Obat Desa, Kelompok Pemakai Air, Arisan Jamban Keluarga,
dan lain-lain ).
Bentuk fisik Poskesdes disesuaikan dengan situasi dan
kondisi di masing masing desa / kelurahan. Bangunan bisa merupakan perluasan
bangunan Polindes yang telah ada dan selama ini dimanfaatkan oleh bidan di desa
sebagai tempat pelayanan serta rumah tinggal. Bisa pula berupa bangunan baru
yang terpisah dari Polindes atau bangunan / sarana yang telah ada dan
dimanfaatkan sebagai tempat kegiatan UKBM.
Dengan demikian, Poskesdes sekaligus berfungsi menjadi
tempat i koordinasi dari UKBM - UKBM tersebut.
VISI DAN MISI DESA SIAGA
VISI :
·
Mewujudkan Desa menjadi Desa Siaga
Sehat.
·
Menuju Desa Sehat 2010.
MISI :
·
Menggerakkan pembangunan kesehatan.
·
Memelihara dan meningkatkan
pengetahuan,SDM.
·
Memberdayakan masyarakat agar mampu
berperilaku hidup sehat.
·
Meningkatkan akses masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan berkualitas.
·
Meningkatkan sistem surveilans,
monitoring dan informasi kesehatan.
·
Meningkatkan pembiayaan kesehatan.
LANDASAN HUKUM DESA SIAGA
Dengan
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 574 / Menkes / SK / IV / 2000 telah ditetapkan Visi
Pembangunan Kesehatan, yaitu Indonesia Sehat 2010. Visi tersebut menggambarkan
bahwa pada tahun 2010 bangsa Indonesia hidup dalam lingkungan yang sehat,
berperilaku hidup bersih dan sehat serta mampu menjangkau pelayanan kesehatan
yang bermutu secara adil dan merata, sehingga memiliki derajat kesehatan
yang setinggi - tingginya.
Beberapa landasan hukum pelaksanaan
desa siaga :
-
UU No.23 Th.1992 tentang kesehatan
-
UU No.32 Th.2004 tentang Pemerintah
Daerah
-
UU No.25 Th.2005 tentang Perencanaan
Pembangunan
-
PP No.25 Th.2004 tentang Otonomi
Daerah
-
Keputusan Menkes No.128 / Menkes /
SK / II /2004 Th.2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas
-
Keputusan Menkes No.131 / Menkes /
SK / II/ 2004 tentang SKN.
TUJUAN DESA SIAGA
Tujuan
Umum :
Terwujudnya
masyarakat desa yang sehat, peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan
di wilayahnya.
Tujuan
khusus:
1.
Meningkatnya pengetahuan dan
kesadaran masyarakat desa tentang pentingnya kesehatan
2.
Meningkatnya kemampuan masyarakat
desa untuk menolong dirinya dibidang kesehatan
3.
Meningkatnya kewaspadaan dan
kesiapsiagaan masyarakat desa terhadap resiko dan bahaya yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan (bencana, wabah penyakit, kegawatdaruratan dsb)
4.
Meningkatnya dukungan dan peran
aktif para stakeholders dalam mewujudkan kesehatan masyarakat desa
5.
Meningkatnya masyarakat desa yang
melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat
6.
Meningkatnya keluarga sadar gizi
7.
Meningkatnya kesehatan lingkungan
desa
8.
Meningkatnya kemampuan dan kemauan masyarakat
desa untuk menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan.
Dalam rangka memaksimalkan fungsi desa siaga, sejak tahun
2006 - 2009 telah dilakukan peningkatan kapasitas terkait sumber daya desa
siaga. Terkait kesiapan petugas telah dilatih bidan desa siaga sebagai tenaga
pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat, sedangkan terkait kesiapan
masyarakat telah dilatih 2 kader dan 1 tokoh masyarakat ( toma ) di seluruh
desa untuk melakukan pemberdayaan masyarakat khususnya untuk pelaksanaan Survai
Mawas Diri ( SMD ) dan musyawarah Masyarakat Desa ( MMD ). Telah dikembangkan
UKBM dan di bangun poskedes di desa dalam rangka pelayanan kesehatan dasar.
Jadi pengembangan desa siaga sampai tahun 2009 masih mengarah kepada upaya
memenuhi kesiapan desa siaga secara fisik dan upaya penyiapan tenaga kesehatan
dan kader.
Grand Strategis
Konsep penyusunan rencana umum ( grand strategy ) pengembangan desa
diuraikan di bawah ini. Gangguan gizi masyarakat dan kemiskinan desa
mengawali analisis pengembangan terhadap setiap desa. Masalah gizi pada RTM di setiap desa adalah
kekurangan gizi pada ibu hamil dan balita. Kekurangan gizi pada kedua kelompok
masyarakat ini dipengaruhi oleh pola konsumsi yang rendah asupan mikronutrien. Pola konsumsi
keluarga RTM seperti itu erat kaitnya dengan keterbatasan persediaan
pangan RTM karena produktivitas hasil pertanian yang rendah. Demikian pula
dengan daya beli keluarga. Keterbatasan produktifitas pertanian RTM di setiap
desa muncul karena keterbatasan kepemilikan lahan, belum dimanfaatkannya teknologi
pertanian, dan diperburuk lagi oleh masalah air.
Rendahnya tingkat pendidikan RTM membatasi kemampuan
keluarga mengakses informasi tentang penggunaan teknologi pertanian, peluang
pasar, dan kalah kemampuan bersaing mencari lapangan kerja. Kewajiban adat
setempat juga dirasakan oleh RTM sebagai beban ekonomi. Beban perekonomian
keluarga juga diperburuk oleh kegemaran masyarakat berjudi sabungan ayam. ( “metaje” )
Dari konsep
tersebut di atas dan hasil survei, dirumuskan isu - isu strategis yang
menjadi dasar strategi umum ( grand
strategy ) pengembangan di
setiap desa . RTM dijadikan sasaran utama
pengembangan program dampingan disinergikan dengan program pengentasan
kemiskinan. Sesuai dengan semangat otonomi daerah, pengentasan kemiskinan yang
dikembangkan di
setiap desa akan dikoordinasikan dengan Dinas - Dinas terkait menjadi model
pengentasan kemiskinan di pedesaan. Validasi eksternal pengentasan kemiskinan
di suatu desa akan
diterapkan di desa-desa lainnya yang memiliki kondisi sosial ekonomi yang mirip dengan desa tersebut.
Berbagai isu
strategis terkait dengan masalah kemiskinan dan kerawanan pangan
yang biasa di pedesaan terdiri atas:
1.
Keterbatasan
lahan yang dimiliki RTM. Di sisi lain, masih banyak lahan di suatu desa yang
belum diolah secara optimal menjadi lahan produktif.
2.
Rendahnya
produktivitas lahan pertanian. Pengolahan pertanian oleh RTM di suatu desa
belum menggunakan teknologi tepat sehingga produktivitas sistem pertanian
mereka masih rendah.
3.
Terbatasnya
persediaan pangan di tingkat rumah tangga. Hasil pertanian RTM hampir semuanya
dikonsumsi keluarga dan dijadikan bibit untuk musim tanam berikutnya. Jumlahnya
yang dijual masih sangat terbatas
4.
Rendahnya
pendapatan dan daya beli keluarga. Kondisi ini erat kaitannya dengan
keterbatasan produktivitas lahan pertanian, dan ketidak mampuan mereka merebut
pasar kerja di luar desa atau menciptakan lapangan kerja baru di desa mereka.
5.
Lemahnya
permodalan dan pemasaran produk pertanian, peternakan, dan kerajinan tangan.
Kondisi ini erat kaitannya dengan sistem ijon dan belum efektifnya penerapan
skema bantuan modal kerja pemerintah bagi RTM di pedesaan.
6.
Pola konsumsi
keluarga kurang gizi. Faktor ini dipengaruhi langsung oleh rendahnya persediaan
pangan, daya beli keluarga, dan tingkat pendidikan RTM. Kelompok RTM yang
paling cepat terkena dampak gangguan gizi adalah ibu hamil dan balita. Kondisi
ini erat kaitannya dengan tingginya proporsi Balita kurang gizi. Ini menjadi
bukti belum efektifnya intervensi akar masalah gangguan gizi di masyarakat
karena hanya dilaksanakan oleh jajaran kesehatan saja. Keterlibatan sektor
lainnya seperti pertanian, peternakan, perindustrian, PU, pemberdayaan
perempuan, koperasi dsb kurang fokus programnya untuk mengatasi masalah
kekuarangan gizi terutama yang menjadi ancaman RTM.
7.
Masalah air.
Air tadah hujan adalah sumber air utama di pedesaan. Kondisi ini dirasakan
sangat menghambat upaya peningkatan produktifitas sistem pertanian terpadu.
Kebutuhan air bersih untuk keluarga juga menjadi dambaan utama masyarakat
pedesaan. Tidak terpenuhinya air sebagai salah satu kebutuhan pokok rumah
tangga di desa ini memengaruhi status kesehatan lingkungan di desa ini.
Kelangkaan air mendorong masyarakat melakukan buang air besar ( BAB ) di
sembarang tempat. Lalat berkembang di musim hujan.
8.
Rendahnya
tingkat pendidikan keluarga. Kondisi ini sangat erat kaitannya dengan keterbatasan
pendapatan dan sikap skeptis kepala keluarga RTM terhadap pendidikan anak-anak
mereka. Isu ini pasti berpengaruh pada angka partisipasi kasar anak usia 7 - 15
tahun di bidang pendidikan.
9.
Terbatasnya mobilitas
penduduk. Isu ini erat kaitannya dengan masih kuatnya ikatan adat desa. Selain akibat
masalah kemiskinan, kondisi ini ditengarai juga melemahkan motivasi keluarga
mengirim anak-anak mereka mencari pendidikan di luar desa.
10.
Kegemaran
berjudi. Berjudi terutama sabungan ayam adalah salah
satu bentuk “ hiburan ” yang digemari masyarakat desa. Secara umum, prilaku
judi ini merupakan salah satu faktor yang menggrogoti kesejahteraan RTM di desa
ini.
Strategi yang dirumuskan melalui
program Pengabdian Masyarakat dan Penelitian memiliki dua dimensi.
Dimensi pertama,
pengembangan usaha tani skala kecil secara terpadu
berbasis pupuk organik. Teknologi tepat guna diperkenalkan
mulai dari pemakaian pupuk organik, pemilihan bibit, pengolahan tanah, cara
tanam, sampai ke pemasaran produk pertanian, dan peternakan. Output kegiatan ini adalah digunakannya
secara bertahap pupuk organik pada lahan pertanian penduduk setempat, terutama
di lahan milik RTM. Dengan menjadikan desa berbasis pertanian organik, secara bertahap
diharapkan ketahanan pangan dan pendapatan RTM akan meningkat, termasuk
teratasinya masalah air dan peningkatan akses masyarakat ke pelayanan kesehatan
bermutu.
Dimensi kedua,
pengembangan lahan desa sebagai laboratorium ( sekolah )
lapangan. Outputnya adalah peternakan,
misalnya sapi melalui inseminasi buatan, dan budi daya pertanian lahan
kering melalui demplot pembuatan bibit. Petani setempat akan belajar
mengembangkan usaha tani terpadu melalui demplot ( Sekolah lapangan ).
Dokumen akademik hasil penelitian dan pengabdian
masyarakat di bidang peternakan, pertanian, dan pengentasan kemiskinan akan
dipublikasikan di berbagai forum ilmiah. Dengan mengembangkan inseminasi buatan
sapi unggul dan budidaya tanaman lahan kering di lahan yang dikelola,maka Desa tersebut akan menjadi
pusat pengembangan bibit sapi unggul dan budi daya tanaman lahan kering di
Indonesia.
Strategi yang diterapkan terkait
dengan kedua dimensi tersebut mencakup:
1.
Intensifikasi
sistem pertanian lahan kering menggunakan pupuk organik
2.
Diversifikasi
budi daya tanaman dan ternak.
3.
Memperluas
jangkauan pendidikan melalui sekolah lapangan dan gerakan orang tua asuh.
4.
Membangun
semangat kewirausahaan RTM di bidang pertanian, peternakan dan kerajinan tangan
dari bambu mulai dari bantuan permodalan dan bibit sampai ke pemasarannya.
5.
Merevitalisasi
Posyandu sebagai UKBM ( upaya kesehatan berbasis masyarakat ). Program ini
diawali dengan pelatihan kader ( posyandu dan dasa wisma ) masing - masing
dusun. Tujuan pelatihan adalah meningkatkan kompetensi dan komitment kader
mengembangkan Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak ( PWS
KIA ).
6.
Mengefektifkan
pemanfaatan lahan desa sebagai laboratorium ( Sekolah Lapangan ) melalui
kegiatan penelitian di bidang peternakan, pertanian terpadu lahan
kering, dan kerajinan bambu.
7.
Mencari
alternatif sumber air melalui studi kelayakan. Tujuannya untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat Desa yang sudah lama mendambakan air, baik untuk kebutuhan
domestik keluarga maupun untuk pengembangan sistem pertanian mereka.
SASARAN DESA SIAGA
Untuk mempermudah strategi intervensi, sasaran dibedakan
menjadi tiga kelompok, yang dalam pendekatannya harus dilakukan secara
simultan, ketiga kelompok tersebut adalah :
Sasaran Primer :
·
Semua individu dan keluarga di desa
yang diharapkan mampu melaksanakan hidup sehat, peduli dan tanggap terhadap
permasalahan kesehatan di wilayah desanya.
Sasaran Sekunder :
·
Pihak - pihak yang mempunyai
pengaruh terhadap perilaku individu dan keluarga di desa atau dapat menciptakan
iklim yang kondusif bagi perubahan perilaku tersebut yaitu tokoh - tokoh
pemerintahan, masyarakat, agama, perempuan, pemuda, PKK, dan lain – lain.
Sasaran Tersier :
·
Pihak - pihak yang diharapkan
memberikan dukungan kebijakan, peraturan perundang - undangan, tenaga, sarana,
dana, dan lain - lain yaitu Camat, Kepala Desa, pejabat pemerintahan lainnya,
dunia usaha, donatur, dan stakeholders lain.
Kriteria Desa Siaga
1.
Mempunyai pos kesehatan desa.
2.
Mempunyai upaya kesehatan berbasis
masyarakat.
3.
Surveilans berbasis masyarakat.
Adalah
pengamatan yang dilakukan secara terus menerus oleh masyarakat terhadap :
-
Gejala atau
penyakit menular potensial KLB, penyakit tidak menular termasuk gizi buruk
serta faktor risikonya.
-
Kejadian lain
di masyarakat dan segera melaporkan kepada petugas kesehatan setempat untuk
ditindaklanjuti.
Contoh penyakit :
Penyakit
menular
-
TBC
- Frambusia
-
HIV
/AIDS
- Kusta
Penyakit Menular Potensial KLB antara lain :
-
Diare
- Typhus
-
Diphteri
- Hepatitis
- Polio /
AFP
- Malaria
-
Campak
- DBD
- Flu Burung
- dll.
Faktor risiko antara lain :
·
Adanya
penolakan masyarakat terhadap imunisasi
·
Adanya Kematian
unggas
·
Adanya tempat-tempat
perindukan nyamuk
·
Adanya migrasi
penduduk ( in / out )
·
Perilaku yang
tidak sehat.
Kondisi lain
·
faktor risiko
tinggi ibu hamil,bersalin , menyusui dan bayi baru lahir
Kejadian lain di masyarakat :
- Keracunan makanan
- Bencana
- Kerusuhan
Bentuk pengamatan masyarakat ( anggota keluarga ,
tetangga, kader ) disesuaikan dengan tatacara setempat , misalnya
pengamatan terhadap tanda penyakit :
-
batuk yang
tidak sembuh dalam waktu 2 minggu
-
bercak putih di
kulit yang mati rasa
-
ibu hamil yang
mempunyai faktor risiko tinggi ( 4 terlalu, kedaruratan pada kehamilan
sebelumnya,dll )
-
bayi baru lahir
yang kuning, tidak bisa menetek,dll
-
balita yang
tidak naik berat badannya.
Bentuk laporan adalah lisan atau menggunakan alat komunikasi yang
ada di desa ( telepon, telepon seluler ataupun Handy Talkie ) dan segera
disampaikan kepada petugas kesehatan setempat atau Petugas Pembina Desa.
4.
Memiliki
kesiapsiagaan dan penanggulangan kegawatdaruratan & bencana.
Suatu tatanan
yang berbentuk kemandirian masyarakat dalam kesiapsiagaan menghadapai situasi
kedaruratan ( bencana, situasi khusus, dll ).
Masyarakat
sudah dipersiapkan apabila terjadi situasi darurat maka mereka tahu harus
berbuat apa mereka tahu tempat untuk mencari maupun memberi informasi
kemana.
Masyarakat
diharapkan memperhatikan gejala alam pada lingkungan setempat mampu mengenali
tanda akan timbulnya bencana dan selanjutnya melakukan kegiatan tanggap darurat
sebagaimana pernah dilatihkan untuk menghindari / mengurangi jatuhnya korban.
Informasi
mengenai tanda tanda bahaya tersebut berasal dari sumber yang bisa dipercaya,
misalnya dari perangkat desa ( yang memperolehnya dari kecamatan ),
berita resmi di TVRI , RRI atau telepon dari Pemerintah Daerah Kabupaten /
Kota.
Penyebaran
informasi mengikuti tatacara setempat, misalnya menggunakan titir / kentongan,
pengeras suara dari musholla atau dari mulut ke mulut.
5.
Pembiayaan
kesehatan berbasis masyarakat.
Adalah tatanan
yang menghimpun berbagai upaya penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana
yang bersumber dari masyarakat untuk menjamin pemeliharaan kesehatan masyarakat.
Bentuk
penggalian dana bisa berupa jimpitan , uang sukarela pada saat pertemuan ,
arisan , pengajian atau tabungan sosial masyarakat dengan jumlah yang sudah
ditetapkan / disepakati.
Pengalokasian
dana disesuaikan dengan kebutuhan setempat , misalnya bantuan bagi warga yang
harus dirawat di Rumah Sakit , menjalani operasi medis, melahirkan, pemberian
makanan tambahan penyuluhan ( di Posyandu ) atau pemulihan bagi sasaran yang
bergizi buruk , dan sebagainya. Pembelanjaan dana diserahkan besar dan jenisnya
sesuai kesepakatan sedangkan dana dikelola oleh orang yang terpercaya dan
dapat mempertanggung jawabkan semua pembelanjaan kepada masyarakat.
6.
Keluarga sadar
gizi.
7.
Memakai sistem
perilaku hidup bersih dan sehat.
Adalah
masyarakat yang dapat menolong diri sendiri untuk mencegah dan menanggulagi
masalah kesehatan, mengupayakan lingkungan sehat, memanfaatkan pelayanan
kesehatan serta mengembangkan UKBM.
Yang dimaksud
dengan upaya mencegah adalah mengupayakan agar yang sehat tetap sehat dengan
mempraktikkan gaya hidup sehat dan perilaku hidup bersih dan sehat termasuk
pola makan dengan gizi seimbang , menjaga kebersihan pribadi , berolah raga,
menghindari kebiasaan yang buruk, serta berperan aktif dalam pembangunan
kesehatan masyarakat ( promotif – preventif ).
Yang dimaksud
dengan menanggulangi adalah mengupayakan agar yang terlanjur sakit atau
mengalami gangguan gizi tidak menjadi semakin parah, tidak menulari orang lain
dan bahkan dapat disembuhkan, serta dipulihkan kesehatannya dengan memanfaatkan
pelayanan kesehatan yang ada ( kuratif – rehabilitatif ).
Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat ini terdiri dari ratusan praktik kehidupan sehari
hari, tidak hanya terbatas pada indikator yang biasa digunakan untuk mengukur
kinerja program kesehatan.
LANGKAH – LANGKAH
PENGEMBANGAN DESA SIAGA
Pengembangan Desa siaga dilaksanakan
dengan membantu / memfasilitasi / mendampingi masyarakat untuk menjalani proses
pembelajaran melalui siklus atau spiral pemecahan masalah yang terorganisasi
yang dilakukan oleh forum masyarakat desa ( pengorganisasian masyarakat
). Yaitu dengan menempuh tahap-tahap :
§
Mengindentifikasi
masalah, penyebab masalah, dan sumberdaya yang dapat dimanfaatkan untuk
mengatasi masalah.
·
Mendiagnosis
masalah dan merumuskan alternatif-alternatif pemecahan masalah.
·
Menetapkan
alternatif pemecahan masalah yang layak merencanakan dan melaksanakannya, serta
·
Memantau,
mengevaluasi dan membina kelestarian upaya-upaya yang telah dilakukan.
Meskipun di lapangan banyak variasi
pelaksanaannya, namun secara garis besar langkah-langkah pokok yang perlu
ditempuh adalah sebagai berikut :
1.
Pengembangan
Tim Petugas
Langkah ini merupakan awal kegiatan,
sebelum kegiatan-kegiatan lainnya dilaksanakan. Tujuan langkah ini adalah
mempersiapkan para petugas kesehatan yang berada di wilayah Puskesmas,
baik petugas teknis maupun petugas administrasi. Persiapan para petugas ini
bisa berbentuk sosialisasi ,pertemuan atau pelatihan yang bersifat konsolidasi,
yang disesuaikan dengan kondisi setempat
Keluaran atau output dari langkah
ini adalah para petugas yang memahami tugas dan fungsinya, serta siap
bekerjasama dalam satu tim untuk melakukan pendekatan kepada pemangku
kepentingan dan masyarakat.
2.
Pengembangan
Tim di Masyarakat
Tujuan langkah ini adalah untuk mempersiapkan para
petugas, tokoh masyarakat, serta masyarakat ( forum masyarakat desa ),
agar mereka tahu dan mau bekerjasama dalam satu tim untuk mengembangkan Desa
Siaga. Dalam langkah ini termasuk kegiatan advokasi kepada para penentu
kebijakan, agar mereka mau memberikan dukungan, baik berupa kebijakan, agar
mereka mau memberikan dukungan, baik berupa kebijakan atau anjuran, serta
restu, maupun dana atau sumber daya lain, sehingga pengembangan Desa Siaga
dapat berjalan dengan lancar. Sedangkan pendekatan kepada tokoh - tokoh
masyarakat bertujuan agar mereka memahami dan mendukung, khususnya dalam
membentuk opini publik guna menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan
Desa Siaga.
Jadi dukungan yang diharapkan dapat berupa dukungan
moral, dukungan finasial atau dukungan material, sesuai kesepakatan dan
persetujuan masyarakat dalam rangka pengembangan desa siaga.
Jika di daerah tersebut telah terbentuk wadah - wadah
kegiatan masyarakat di bidang kesehatan seperti forum Kesehatan Desa, konsil
Kesehatan Kecamatan atau Badan Penyantun Puskesmas, Lembaga Pemberdayaan Desa,
PKK, serta organisasi kemasyarakatan lainnya, hendaknya lembaga-lembaga ini
diikutsertakan dalam setiap pertemuan dan kesepakatan.
3.
Survei Mawas
Diri
Survei Mawas diri ( SMD ) atau Telaah Mawas Diri ( TMD ) atau Community Self
Survey ( CSS ) bertujuan agar pemuka - pemuka masyarakat mampu melakukan
telaah mawas diri untuk desanya. Survei harus dilakukan oleh
pemuka-pemuka masyarakat setempat dengan bimbingan tenaga kesehatan. Dengan
demikian, diharapkan mereka menjadi sadar akan permasalahan yang dihadapi di
desanya, serta bangkit niat atau tekat untuk mencari solusinya, termasuk
membangun Poskesdes sebagai upaya mendekatkan pelayanan kesehatan dasar kepada
masyarakat desa. Untuk itu, sebelumnya perlu dilakukan pemilihan dan pembekalan
keterampilan bagi mereka.
Keluaran atau output dari SMD ini berupa identifikasi masalah - masalah
kesehatan serta daftar potensi di desa yang dapat didayagunakan dalam mengatasi
masalah - masalah kesehatan tersebut, termasuk dalam rangka membangun Poskesdes.
4.
Musyawarah
Masyarakat Desa
Tujuan penyelenggaraan Musyawarah Masyarakat Desa ( MMD ) ini adalah mencari
alternatif penyelesaian masalah kesehatan dan upaya membangun Poskesdes dikaitkan
dengan potensi yang dimiliki desa. Disamping itu juga untuk menyusun rencana
jangka panjang pengembangan Desa Siaga.
Inisiatif penyelenggaraan musyawarah sebaiknya berasal dari tokoh masyarakat
yang telah sepakat mendukung pengembangan Desa Siaga. Peserta musyawarah adalah
tokoh - tokoh masyarakat, tokoh - tokoh perempuan dan generasi muda setempat.
Bahkan sedapat mungkin dilibatkan pula kalangan dunia usaha yang mau mendukung
pengembangan Desa Siaga dan kelestariannya ( untuk itu diperlukan advokasi ).
Data serta temuan lain yang diperoleh pada saat SMD disampaikan , utamanya
adalah daftar masalah kesehatan, data potensi, serta harapan masyarakat.
Hasil pendataan tersebut dimusyawarahkan untuk penentuan prioritas, serta
langkah - langkah solusi untuk pembangunan Poskesdes dan Pengembangan Desa
Siaga.
5.
Pelaksanaan
Kegiatan
Secara operasional pembentukan Desa Siaga dilakukan
dengan kegiatan sebagai berikut :
·
Pemilihan
Pengurus dan Kader Desa Siaga, Pemilihan Pengurus dan kader Desa siaga
dilakukan melalui pertemuan khusus para pimpinan formal desa dan tokoh
masyarakat serta beberapa wakil masyarakat. Pemilihan dilakukan secara
musyawarah dan mufakat, sesuai dengan tata cara dan kriteria yang berlaku,
dengan difasilitasi oleh Puskesmas.
·
Orientasi /
Pelatihan Kader Desa Siaga.
Sebelum melaksanakan tugasnya, kepada pengelola dan kader
desa yang telah ditetapkan perlu diberikan orientasi atau pelatihan. Orientasi
/ pelatihan dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai
dengan pedoman orientasi/pelatihan yang berlaku .
Materi orientasi / pelatihan mencakup kegiatan yang akan
dilaksanakan di desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga
( sebagaimana telah dirumuskan dalam rencana operasional
) , yaitu meliputi pengelolaan Desa Siaga secara umum, pembangunan dan
pengelolaan Poskesdes, pembangunan dan pengelolaan UKBM lain serta hal-hal
penting terkait seperti kehamilan dan persalinan sehat, Siap – Antar - Jaga,
Keluarga Sadar Gizi, posyandu, kesehatan lingkungan, pencegahan penyakit
menular, penyediaan air bersih dan penyehatan lingkungan pemukiman ( PAB – PLP
), kegawat -daruratan sehari - hari, kesiap siagaan bencana, keadian luar biasa
( KLB ), Pos Obat Desa ( POD ), diversifikasi pertanian
tanaman pangan dan pemanfaatan pekarangan melalui Taman Obat Keluarga ( TOGA ),
kegiatan surveilans, perilaku hiup bersih dan sehat
( PHBS), dan lain-lain.
·
Pengembangan
Poskesdes dan UKBM lain.
Dalam hal ini pembangunan Poskesdes bisa dikembangkan
dari polindes yang sudah ada. Apabila tidak ada Polindes, maka perlu dibahas
dan dicantumkan dalam rencana kerja kerja alternatif lain pembangunan
Poskesdes. Dengan demikian diketahui bagaimana Poskesdes tersebut akan diadakan-
membangun baru dengan fasilitas dari Pemerintah, membangun baru dengan bantuan
dari donatur, membangun baru dengan swadaya masyarakat atau memodifikasi
bangunan lain yang ada.
Bila mana Poskesdes sudah berhasil diselenggarakan,
kegiatan dilanjutkan dengan membentuk UKBM-UKBM lain seperti Posyandu dan
lain-lain dengan berpedoman kepada panduan yang berlaku.
·
Penyelenggaraan
Kegiatan Desa Siaga
Dengan telah adanya Poskesdes, maka desa yang
bersangkutan telah ditetapkan sebagai Desa Siaga . Setelah Desa siaga
resmi dibentuk, dilanjutkan dengan pelaksanaan kegiatan Poskesdes secara rutin,
yaitu pengembangan sistem surveilans berbasis masyarakat, pengembangan
kesiapsiagaan dan penanggulangan kegawat-daruratan dan bencana, pemberantasan
penyakit menular dan penyakit yang yang berpotensi menimbulkan KLB, peggalangan
dana , pemberdayaan masyarakat menuju kadarzi dan PHBS serta penyehatan
lingkungan. Di Poskesdes diselenggarakan pula pelayanan UKBM - UKBM lain
seperti Posyandu dan lain - lain dengan berpedoman kepada panduan yang berlaku.
Secara berkala kegiatan Desa Siaga dibimbing dan dipantau oleh Puskesmas,
yang hasilnya dipakai sebagai masukan untuk perencanaan dan pengembangan
Desa Siaga selanjutnya secara lintas sektoral.
·
Pembinaan dan
Peningkatan
Mengingat permasalahan kesehatan sangat dipengaruhi oleh
kinerja sektor lain, serta adanya keterbatasan sumberdaya, maka untuk memajukan
Desa Siaga perlu adanya pengembangan jejaring kerjasama dengan berbagai pihak.
Perwujudan dari pengembangan jejaring Desa Siaga dapat dilakukan melalui Temu
Jejaring UKBM secara internal di dalam desa sendiri dan atau Temu
Jejaring antar desa siaga ( minimal sekali dalam setahun ). Upaya ini
selain memantapkan kerjasama, juga diharapkan dapat menyediakan wahana tukar -
menukar pengalaman dan memecahkan masalah -masalah yang dihadapi bersama. Yang
juga tidak kalah pentingnya adalah pembinaan jejaring lintas sektor, khususnya
dengan program - program pembangunan yang bersasaran desa.
Salah satu kunci keberhasilan dan kelestarian Desa Siaga
adalah keaktifan para kader. Oleh karena itu, dalam rangka pembinaan
perlu dikembangkan upaya-upaya untuk memenuhi kebutuhan pada kader agar tidak
drop- out ,kader-kader yang memiliki motivasi memuaskan kebutuhan sosial
psikologisnya harus diberi kesempatan seluas- luasnya untuk mengembangkan
kreativitasnya. Sedangkan kader-kader yang masih dibebani dengan
pemenuhan kebutuhan dasarnya, harus dibantu untuk memperoleh pendapatan
tambahan, misalnya dengan pemberian gaji/insentif atau fasilitas agar dapat
berwirausaha.
Untuk dapat melihat perkembangan Desa Siaga, perlu
dilakukan pemantauan dan evaluasi. Berkaitan dengan itu, kegiatan - kegiatan di
Desa Siaga perlu dicatat oleh kader, misalnya dalam buku Register UKBM (
contohnya Sistem Informasi Posyandu )
PERAN JAJARAN KESEHATAN
·
Peran Puskesmas
Dalam rangka Pengembangan Desa Siaga, Puskesmas merupakan
ujung tombak dan bertugas ganda, yaitu sebagai penyelenggara PONED ( atau
melakukan pemberdayaan masyarakat untuk deteksi dini risiko tinggi ibu hamil
dan neonatal ) dan penggerak masyarakat desa. Namun demikian, dalam
menggerakkan masyarakat desa, Puskesmas akan dibantu oleh Petugas Fasilitator
dari Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota yang telah dilatih di Provinsi.
Adapun peran Puskesmas adalah sebagai
berikut :
1)
Menyelenggarakan
pelayanan kesehatan dasar, termasuk Pelayanan Obstetrik & Neonatal
Emergensi Dasar ( PONED) bagi Puskesmas yang sudan dilatih, Puskesmas yang
belum melayani PONED diharapkan merujuk ke Puskesmas PONED / RS terdekat untuk
wilayah desa-desanya.
2)
Mengembangkan
komitmen dan kerjasama tim di tingkat Kecamatan dan desa dalam rangka
pengembangan Desa Siaga dan Poskesdes.
3)
Menfasilitasi
pengembangan Desa Siaga dan Poskesdes
4)
Melakukan
monitoring evaluasi dan pembinaan Desa Siaga.
·
Peran Rumah Sakit
Rumah Sakit memegang peran penting sebagai sarana rujukan
dan pembina teknis pelayanan medik. Oleh karena itu Rumah Sakit
diharapkan berperan :
1)
Menyelenggarakan
pelayanan rujukan , termasuk Pelayana Obstetrik & Neonatal Emergensi
Komprehensif ( PONEK).
Melaksanakan bimbingan teknis medis, khususnya dalam rangka pengembangan
kesiap-siagaan dan penanggulangan kedaruratan dan bencana di desa siaga
2)
Menyelenggarakan
promosi kesehatan di Rumak Sakit dalam rangka pengembangan kesiapsiagaan dan
penanggulangan kedarutan dan bencana
·
Peran Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota
Sebagai penyelia dan pembina Puskesmas dan Rumah Sakit,
peran Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota meliputi :
1)
Mengembangkan
komitmen dan kerjasama tim di tingkat Kabupaten/Kota dalam rangka pengembangan
Dese Siaga
2)
Merevitalisasi
Puskesmas dan jaringannya sehingga mampu menyelenggarakan pelayanan
kesehatan dasar dengan baik, termasuk PONED, dan pemberdayaan masyarakat.
3)
Mendorong
peningkatan kualitas Rumah Sakit sehingga mampu menyelenggarakan
pelayanan rujukan dengan baik, termasuk PONEK, dan promosi kesehatan di
Rumah Sakit.
4)
Merekrut/menyediakan
calon-calon fasilitator untuk dilatih menjadi fasilitator pengembangan Desa
Siaga
5)
Menyelenggarakan
pelatihan bagi petugas kesehatan dan kader.
6)
Melakukan
advokasi ke berbagai pihak ( pemangku kepentingan ) tingkat Kabupaten/Kota
dalam rangka pengembangan Desa Siaga.
7)
Bersama
Puskesmas melakukan pemantauan, evaluasi dan bimbingan teknis terhadap Desa
Siaga.
8)
Menyediakan
anggaran dan sumber daya lain bagi kelestarian desa Siaga.
·
Peran Dinas Kesehatan Propinsi
Sebagai penyelia dan pembina Rumah Sakit dan Dinas
Kesehatan Kabupaten / Kota, Dinas Kesehatan Propinsi berperan :
1)
Mengembangkan
komitmen dan kerjasama tim di tingkat propvinsi dalam rangka pengembangan Desa
Siaga.
2)
Membantu Dinas
Kesehatan Kabupaten / Kota mengembangkan kemampuan melalui pelatihan-pelatihan
manajemen, pelatihan pelatih teknis, dan cara-cara lain.
3)
Membantu Dinas
Kesehatan Kabupaten / Kota mengembangkan kemampuan Puskesmas dan Rumah
Sakit di bidang konseling kunjungan rumah, dan pengorganisasian masyarakat
serta promosi kesehatan, dalam rangka pengembangan Desa Siaga.
4)
Menyelenggarakan
pelatihan fasilitator pengembangan Desa Siaga dengan metode kalakarya
5)
Melakukan
advokasi ke berbagai pihak ( pemangku kepentingan ) tingkat provinsi dalam
rangka pengembangan Desa Siaga
6)
Bersama Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pemantauan evaluasi dan bimbingan teknis
terhadap Desa Siaga.
7)
Menyediakan
anggaran dan sumber daya lain bagi kelestarian Desa Siaga.
INDIKATOR KEBERHASILAN
DESA SIAGA
Keberhasilan upaya Pengembangan Desa
Siaga dapat dilihat dari empat kelompok indikatornya, yaitu :
1.
Indikator
masukan
Indikator masukan adalah indikator untuk mengukur
seberapa besar masukan telah diberikan dalam rangka pengembangan Desa siaga.
Indikator masukan terdiri atas hal-hal berikut :
·
Ada / tidaknya
Forum Masyarakat Desa.
·
Ada / tidaknya
sarana pelayanan kesehatan serta perlengkapan / peralatannya.
·
Ada / tidaknya
UKBM yang dibutuhkan masyarakat.
·
Ada / tidaknya
tenaga kesehatan( minimal bidan ).
·
Ada / tidaknya
kader aktif
·
Ada / tidaknya
sarana bangunan / Poskesdes sebagai pusat pemberdayaan masyarakat bidang
kesehatan.
·
Ada / tidaknya
alat komunikasi yang telah lazim dipakai masyarakat yang dimanfaatkan untuk
mendukung penggerakan surveilans berbasis masyarakat misal : kentongan, bedug,
dll.
2.
Indikator
Proses
Indikator proses adalah indikator untk mengukur seberapa
aktif upaya yang dilaksanakan di suatu desa dalam rangka pengembangan Desa
Siaga Indikator proses terdiri atas hal - hal sebagai berikut :
· Frekuensi
pertemuan Forum Masyarakat Desa.
· Berfungsi /
tidaknya UKBM Poskesdes.
· Ada / tidaknya
pembinaan dari Puskesmas PONED.
· Berfungsi /
tidaknya UKBM yang ada.
· Berfungsi /
tidaknya Sistem Kegawatdaruratan dan Penanggulangan Kegawatdaruratnya dan
bencana.
· Berfungsi /
tidaknya Sistem Surveilans berbasis masyarakat.
· Ada / tidaknya
kegiatan kunjungan rumah kadarzi dan PHBS.
· Ada / tidaknya
deteksi dini gangguan jiwa di tingkat rumah tangga.
3.
Indikator
Keluaran
Indikator Keluaran adalah indikator untuk mengukur
seberapa besar hasil kegiatan yang dicapai di suatu desa dalam rangka
pengembangan Desa Siaga. Indikator keluaran terdiri atas hal - hal berikut :
·
Cakupan
pelayanan kesehatan dasar ( utamanya KIA ).
·
Cakupan
pelayanan UKBM - UKBM lain.
·
Jumlah kasus
kegawatdaruratan dan KLB yang ada dan dilaporkan.
·
Cakupan rumah
tangga yang mendapat kunjungan rumah untuk kadarzi dan PHBS.
·
Tertanganinya
masalah kesehatan dengan respon cepat.
4.
Indikator
Dampak.
Indikator dampak adalah indikator untuk mengukur seberapa
besar dampak dari hasil kegiatan desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga.
Indikator proses terdiri dari atas hal-hal sebagai
berikut.
·
Jumlah penduduk
yang menderita sakit.
·
Jumlah ibu
melahirkan yang meninggal dunia.
·
Jumlah bayi dan
balita yang meninggal dunia.
·
Jumlah balita
dengan gizi buruk.
·
Tidak
terjadinya KLB penyakit.
·
Respon cepat
masalah kesehatan.
http://muhamadrezapahlevi.blogspot.com/2012/07/konsep-dasar-desa-siaga.html
No comments:
Post a Comment