Sunday, April 10, 2011

HADITS DALAM PERIODE KETIGA

By: DeWi

A. SAHABAT-SAHABAT YANG MENDAPAT JULUKAN “ BENDAHARAWAN HADITS”

Dalam fase ini terkenal beberapa orang sahabat dengan julukan “ bendaharawan hadits “ yakni orang-orang yang riwayatnya lebih dari 1000 hadits. Mereka memperoleh riwayat-riwayatnya yang banyak itu karena:

Pertama, yang paling awal masuk islam,seperti khulafa’ Rasyidin dan Abdullah ibn mas’ud.Kedua, terus-menerus mendampingi Nabi Saw. Dan kuat hafalan,sepeti abu hurairah. Ketiga, menerima riwayat dari sebagian sahabat selain mendengar dari Nabi Saw dan panjang pula umurnya,seperti Anas ibn Malik, walaupun beliau masuk islam sesudah Nabi Saw. Menetap di madinah. Keempat, lama menyertai Nabi Saw. Dan mengetahui keadaan-keadaan Nabi Saw.,seperti istri-istri beliau Aisyah dan ummu Salamah. Kelima,berusah untuk mencatatnya,seperti Abdullah ibn Amr ibn Ash. Beliau meriwayatkan hadist dalam buku catatanya yang dinamai ash-shadiqah.

Diantara sahabat yang menggembangkan periwayatan hadist ialah :

a. Abu Hurairrah. Beliau ini seorang yang banyak sekali menghafal hadist dri nabi SAW. Dan bersungguh-sungguh berusaha mengembangkannya dikalangan umat sesudah Umar wafat. Karena itu, Abu Hurairrah menjadi seorang perawi shahaby yang paling banyak meriwayatkan hadist. Menurut keterangan ibnu Al-jauzy dalam talqih fuhumi Ahl- al-Atsar, bahwa hadist yang diriwayatkan oleh Abu hurairah, sejumlah 5.375 buah. Menurut hitungan Al-kirmany 5.364 buah. Dalam musnat Ahmad terdapat 3.848 buah.

b. Aisyah, istri Rasulullah SAW.

c. Anas ibn Malik.

d. Abdullah ibn Abbas.

e. Abdullah ibn Umar.

f. Jabir ibn Abdillah.

g. Abu said Al- Khudry.

h. Ibnu Mas’ud.

i. Abdullah ibn Amr ibn Ash.

Abdullah ibnu abbas sangat bersungguh-sungguh menanyakan hadist kepada para shahabat, lalu mengembangkannya. Ketika upaya pelmasuan hadist mulai tumbuh, barulah ibnu Abbas menyedkitkan riwayatnya.

Menurut penghitungan para hadist para sahabat menghafal hadist yang paling banyak hafalannya sesudah Abuhurairah ialah :

a. Abdullah ibn Umar, sebanyak 2.630 hadist .

b. Anas ibnu Malik, sebanyak 2.276 hadist. Menurut Al-kirmany, sebanyak 2.236 hadist.

c. Aisya, sebanyak 2.210 hadist.

d. Abdullah ibn Abbas, sebanyak 1.660 hadist.

e. Jabir ibn Abdullah, sebanyak 1.540 hadist.

f. Abu said Al-Khudry, sebanyak 1.170 hadist.[1]

B. TOKOH-TOKOH HADITS

Diantara tokoh-tokoh tabi’in yang masyhur dalam bidang riwayat:

a. Madinah: Said (93), Urwah (94), Abu Bakar ibn Abdurrahman ibn al-Harits ibn Hisyam (94) Ubaidullah ibn Abdullah bin Utbah, Salim ibn Abdullah Ibn Umar, Sulaiman ibn Yassar, al-Qasim ibn Muhammad ibn Abu Bakar, Nafi’, az-Zuhri, Abu az-Zinad, Kharijah ibn Zaid, Abu Salamh ibn Abdurrahman ibn Auf.

b. Makkah: Ikrimah, Atha’ bin Abi Rabah, Abu az-Zubair, Muhammad ibn Muslim

c. Kufah: asSya’bi, Ibrahim an-Nakha’iy, Alqamah an-Nakha’iy

d. Bashrah: al-Hasan, Muhammad ibn Sirrin, Qatadah

e. Syam: Umar ibn Abdul Aziz, Qabishah ibn Dzuhaib, Makhul Ka’ab al-Akbar

f. Mesir: Abu al-Khair Martsad ibn Abdullah al-YAziny, Yazid ibn Habib

g. Yaman: Tahus ibn Kiasan al-Yamany, Wahab ibn Munabbih.[2]

C. PUSAT-PUSAT HADITS

Kota-kota yang menjadi pusat hadits ialah:

a. Madinah

Diantara tokoh-tokoh hadits dikota Madinah dalam kalangan sahabat adalah Abu Bakar, Umar, Ali (sebelum berpindah ke Kufah), Abu Hurairah, Aisyah, Ibnu Umar, Abu Said al-Khudry dan Zaid ibn Tsabit.

Diantara sarjana-sarjana tabi’in yang belajar kepada sahabat-sahabat ialah Said bin Zaid, Urwah, Az-Zuhry, Ubaidillah ibn Abdillah ibn Utbah, Ibn Mas’ud, Salim ibn Abdillah Ibn Umar. Al-Qasim ibn Muhammad ibn Abu Bakar, Nafi’, Abu Bakar ibn Abdurrahman ibn al-Harits ibn Hisyam dan Abu Az-Zinad.

b. Makkah

Diantara tokoh hadits Makkah adalah: Mu’adz, kemudian Ibn Abbas. Diantara tabi’in yang belajar padanya ialah Mujahid, Ikrimah, Atha’ ibn Abi Rabah, Abu Az-Zbair Muhammad ibn Muslim.

c. Kufah

Ulama’ sahabat yang mengembangkan hadits di Kufah ialah Ali, Abdullah ibn Mas’ud, Sa’ad ibn Abi Waqash, Said ibn Zaid, Khabab ibn al-Arat, Salman al-Farisy, Hudzaifah ibn Yaman, Ammar ibn Yassir, Abu Musa, al-Baraq, al-Mughirah, al-Nu’aim, Abu ath-Thufail, Abu Juhaifah dan lain-lain.

Abdullah ib Mas’ud adalah pemimpin besar hadits di Kufah. Ulama’ hadits yang belajar kepadanya ialah Masruq, Ubaidillah, al-Aswad, Syuraih, Ibrahim, Said ibn Jibair, Amir ibn Syurahil, dan asy-Sya’biy.

d. Bashrah

Pimpinan hadits di Bashrah dari golongan sahabat adalah Anas ibn Malik, Utbah, Imran bin Husain, Abu Barzah, Ma’qil inbn Yasar, Abu Bakar, Abdurrahman ibn Samurah, Abdullah ibn Syikhir, Jariah ibn Qudamah.

Sarjana-sarjana tabi’in yang belajar pada mereka antara lain adalah Abu Aliyah, Rafi’ ibn Mihra ar-Riyahy, al-Hasan al-Bishry, Muhammad ibn Sirrin, Abu Sya’tsa’, Jabir ibn Ziyad, Qatadah, Mutarraf ibn Abdullah ibn Syikhkhir, dan Abu BArdah ibn Abu Musa.

e. Syam

Tokoh hadits dari sahabat di Syam ini ialah Mu’adz ibn Jabal, Ubadah ibn Shamit, dan Abu Darda’, pada beliau-beliau itulah banyak tabi’in belajar diantaranya: Abu Idris al-Khaulany, Qabishah ibn Dzuaib, Makhul, Raja’ ibn Haiwah.

f. Mesir

Diantara sahabat yang mengembangkan hadits di Mesir ialah Abdullah ibn Amr, Uqbah ibn Amr, Kharijah ibn Hudzaifah, Abdullah ibn Sa’ad, Mahmiyah ibn Juz, Abdullah ibn Harits, Abu Basyrah, Abu Sa’ad al-Khair, Mu’adz ibn Anas al-Juhary. Ada kira-kira 140 orang sahabat yang mengembangkan hadits di Mesir.

Diantara tabi’in yang belajar pada mereka ialah Abu al-Khair Martsad al-Yaziny, dan Yazid ibn Abi Habib.

D. MULAI TIMBUL PEMALSUAN HADITS

Diantara hal yang tumbuh dalam masa ketiga ini ialah muncul orang-orang yang membuat hadits-haduts palsu. Hal itu terjadi sesudah Ali wafat.

Tahun 40 H merupakan batas yang memisahkan antara masa terlepas hadits dari pemalsuan, dengan masa mulai muculnya pemalsuan hadits. Sejak dari timbul fitnah diakhir masa Utsman, umat Islam pecah menjadi beberapa golongan. Pertama, golongan Ali ibn Abi Thalib kemudian dinamakan golongan Syi’ah. Kedua, golongan Khawarij, yang menentang Ali dan Mu’awiyah. Ketiga, golongan Jumhur (golongan pro pemerintah pada masa itu).

Umat Islam terpecah ke dalam golongan-golongan tersebut. Karena didorong kepentingan golongan, mereka berupaya mendatangkan ketarangan (hujjah) untuk mendukung kebedaraan mereka. Maka mereka berupaya membuat hadits-hadits palsu dan menyebarkannya ke masyarakat.

Mulai saat itu terdapatlah diantar riwayatriwayat tiu ada yang shahih dan ada yang palsu. Dan kian hari kian bertambah banyak dan beraneka pula. Mula-mula mereka memalsukan hadits mengenai pribadi-pribadi orang yang mereka agung-agungkan. Yang mula-mula melakukan pekerjaan saat ini adalah golongan Syi’ah sebagaimana yang diakui sendiri oleh Ibn Abu al-Hadid, seorang ulama’ Syi’ah dalam kitabnya Syarh Nahju al-Balaghah, di menulis, “ketahuilah

bahwa asal mula timbul hadits yang menerangkan keutamaan pribadi-pribadi adalah dari golongan Syi’ah sendiri. Perbuatan mereka ini ditandingi oleh golongan Sunnah (Jumhur) yang bodoh-bodoh. Mereka juga membuat hadits untuk mengimbangi hadits-hadits yang dibuat oleh golongan Syi’ah itu.

Maka dengan keterangan ringkas ini nyatalah bahwa kota yang mula-mula mengembangkan hadits-hadits palsu (maudhu’) ialah Baghdad (Iraq) tempat kaum Syi’ah berpusat. Imam az-Zuhry berkata “Hadits keluar dari kami sejengkal lalu kembali kepada kami sebagai pabrik hadits palsu”.

E. TANDA-TANDA HADITS MAUDHU’ (HADITS PALSU)[3]

tanda-tanda kemaudhu’an hadits, terbagi dua. Pertama, tanda-tanda yang diperoleh pada sanad, dan kedua, tanda-tanda yang dipe roleh pada matan.

Tanda-tanda pada sanad

a. Perawi itu terkenal berdua(seorang pendusta) dan haditsnya tidak diriwayatkan oleh orang yang dapat dipercaya.

b. Pengakuan perawi sendiri.

c. Menurut sejarah mereka tidak mungkin bertemu.

d. Keadaan perawi-perawi sendiri serta adanya dorongan membuat hadits.

Tanda-tanda matan

a. Buruk susunannya dan lafalnya.

b. Rusak maknanya:

1. Karena berlawanan makna hadits dengan soal-soal yang muda dicerna akal dan tidak dapat pula kita ta’wilkan

2. Karena berlawanan dengan norma-norma akhlak.

3. Karena berlawanan dengan ilmu kedokteran

4. Karena menyalahi undang-undang (ketentuan-ketentuan) yang ditetapkan akal terhadap Allah.

5. Karena menyalahi undang-undang Allah dalam menjadikan alam.

6. Karena mengandung dongeng-dongeng yang tidak masuk akal.

c. Menyalai keterangan Al- qur’an yang terang:

1. Apabila suatu hadits menyalai sharih Al-qur’an dan tidak dapat dita’wilkan.

2. Apabila menyalahi sunnah mutawatirah.

d. Menyalai hakikat sejarah yang telah terkenal dimasa nabi SAW.

e. Sesuai hadits dengan madzab yang dianut oleh perawi sedang perawi itu pula orang yang sangat fanatic kepada madzab.

f. Menerangkan urusan Al-qur’an yang seharusnya, kalau ada, dinukilkan oleh orang ramai.

g. Menerangkan suatu pahala yang sangat besar terhadap perbuatan yang sangat kecil, atau siksa yang sangat besar, terhadap suatu perbuatan yang sangat kecil.[4]

DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Hasbi. 2009. Sejarah dan pengantar ilmu hadits. Semarang: pustaka Rizqi Putra.

At-Tohan, Mahmud. Taisiru Mushtolah Al-Hadits. Surabaya : Al-Hidayah.Jurnantoro, Totok. 2002. Kamus ilmu hadits. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Ichwan, Mohammad Nor. 2007. studi ilmu hadits . Semarang: Rasail Media Group.



[1] Muhammad hasbi ash-shiddieqy, sejarah dan pengantar ilmu hadits (semarang:pustaka rizki putra. 2009) hal. 47

[2] Ibid hal. 48

[3] Totok Jurnantoro, kamus ilmu hadits (Jakarta, PT. bumi aksara, 2002)

[4] Mohammadnor ichwan, studi ilmu hadits ( semarang, rasail, 2007) hal.162

No comments:

Post a Comment