Sunday, April 10, 2011

NASH-NASH MUTASYABIHAT

NASH-NASH MUTASYABIHAT

PEMBAHASAN

A. NASH-NASH MUTASYABIHAT

Mutasyabih secara bahasa berarti tasyabuh, yakni bila salah satu dari dua hal serupa dengan yang lain. Dan syubhah ialah keadaan di mana salah satu dari dua hal itu tidak dapat dibedakan dari yang lain karena adanya kemiripan di antara keduanya secara konkrit maupun abstrak.

Menurut pengertian yang lain yang dimaksud dengan ayat-ayat mutasyabihat adalah ayat-ayat al-Qur’an yang belum jelas makna dan tujuannya karena mengandung berbagai pengertian, sehingga perlu direnungkan agar diperoleh pemaknaan yang tepat yang sesuai dengan ayat-ayat muhkamat. Baru dapat dijelaskan arti dan tujuannya apabila sudah diadakan penelitian yang mendalam oleh para muffasirin. Ayat mutasyabihat termasuk juga yang berhubungan dengan hal-hal yang gaib seperti : akhirat, surga, neraka, hari kiamat dan lainnya. Seperti firman Allah:
الرحمن عَلَى العَرْشِ اسْتَوَى﴾ (سورة طه :5)
﴿ إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِم الطَّـيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ ﴾ (سورة فاطر :10)
Makna ayat kedua ini adalah bahwa dzikir seperti ucapan
لا إله إلاّ الله akan naik ke tempat yang dimuliakan oleh Allah, yaitu langit. Dzikir ini juga akan mengangkat amal saleh. Pemaknaan seperti ini sesuai dan selaras dengan ayat muhkamat ( لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَىءٌ (سورة الشورى :11
Jadi penafsiran terhadap ayat-ayat mutasyabihat harus dikembalikan kepada ayat-ayat muhkamat. Ini jika memang berkait dengan ayat-ayat mutasyabihat yang mungkin diketahui oleh para ulama. Sedangkan mutasyabih (hal yang tidak diketahui oleh kita) yang dimaksud dalam ayat
وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيْـلَهُ إِلاَّ اللهُ (سورة ءال عمران :7
Menurut bacaan waqaf pada lafzh al Jalalah
الله adalah seperti saat kiamat tiba, waktu pasti munculnya Dajjal, dan bukan mutasyabih yang seperti ayat tentang istiwa') Q.S. Thaha : 5). Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda:
"
اعْمَلُوْا بِمُحْكَمِهِ وَءَامِنُوْا بِمُتَشَابِهِهِ" (حديث ضعيف ضعفا خفيفا
Maknanya: “Amalkanlah ayat-ayat muhkamat yang ada dalam Al Qur'an dan berimanlah terhadap yang mutasyabihat dalam Al Qur'an". Artinya jangan mengingkari adanya ayat-ayat mutasyabihat ini melainkan percayai adanya dan kembalikan maknanya kepada ayat-ayat yang muhkamat. Hadits ini dla'if dengan kedla'ifan yang ringan.)

B. Pandangan” ahli sunnah baik salaf maupun khalaf :

Golongan salaf : mempercayai sepenuhnya kepada nash-nash mutasyabihat., mereka.Tetapi mereka menyerahkan maksud yang sebenarnya kepada Allah; mereka tidak mengadakan ta’wil.

Golongan Khalaf; mempercayai bahwa nash-nash mutasyabihat itu menerangkan tentang sifat-sifat Allah yang tampaknya menyerupai dengan makhluk-nya itu. Adalah kalimat-kalimat majaz. Oleh karena itu harus di takwil sesuai dengan sifat keagungan dan kesempurnaan-Nya. Adapun sebab-sebab golongan salaf tidak mengadakan takwil itu ialah:

a. Pembahasan nash-nash mutasyabihat itu tidak memberi manfaat bagi orang awam.

b. Segala yang berhubungan dengan dzat dan sifat Allah, adalah di luar akal yang tidak mungkin manusia dapat mencapai-Nya, kecuali dengan jalan mengqiyaskan Allah pada sesuatu. Ini adalah kesalahan yang sangat berat.

C. Devinisi Ta’wil

-Secara etimologi, ta'wil berasal dari kata آلَ يَؤُوْلُ أَوْلٌ ((الأَوْلُ yang artinya الرجوع (kembali) dan العاقبة (akibat atau pahala), seperti firman Allah dalam QS. An-Nisa': 59 dan hadith من صام الدهر فلا صام ولا آل (Barangsiapa yang berpuasa sepanjang masa, maka berarti ia tidak berpuasa dan tidak ada balasannya).

-Sedangkan dalam terminologi Islam, Ibnu Manzhur menyebutkan dua pengertian ta'wil secara istilah dalam Lisan Al-Arab;

pertama, ta'wil adalah sinonim (muradhif) dari tafsir.

Kedua, ta'wil adalah memindahkan makna zhahir dari tempat aslinya kepada makna lain karena ada dalil. Ibnu Al-Jawzi dalam bukunya Al-Idhah li Qawanin Al-Istilah mengatakan bahwa, "Ta'wil adalah mengalihkan lafazh ambigu (muhtamal) dari maknanya yang kuat (rajih) kepada makna yang lemah (marjuh) karena adanya dalil yang menunjukkan bahwa yang dimaksud oleh pembicara adalah makna yang lemah". Imam Haramain Al-Juwaini dalam bukunya Al-Burhan fi Ushul Al-Fiqh berkata, "Ta'wil adalah mengalihkan lafazh dari makna zhahir kepada makna yang dimaksud (esoteris) dalam pandangan penta'wil".

Metode Khalaf.: Mereka mentakwil ayat-ayat mutasyabihat secara terperinci dengan menentukan makna-maknanya sesuai dengan penggunaan kata tersebut dalam bahasa Arab. Seperti halnya ulama Salaf, mereka tidak memahami ayat-ayat tersebut sesuai dengan zhahirnya. Metode ini bisa diambil dan diikuti, terutama ketika dikhawatirkan terjadi goncangan terhadap keyakinan orang awam demi untuk menjaga dan membentengi mereka dari tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya). Sebagai contoh, firman Allah yang memaki Iblis :
مَا مَنَعَكَ أَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ (سورة ص
Ayat ini boleh ditafsirkan bahwa yang dimaksud dengan al Yadayn adalah al 'Inayah (perhatian khusus) dan al Hifzh (pemeliharaan dan penjagaan)

D. Menyikapinya

Dengan Kembali Kepada Salafus Sholeh, Neracanya Adalah Sawadhul A’zhom. Agar tidak tertipu dengan sesetengah golongan yang menyeru kepada manhaj salafi, padahal mereka bercanggah dengan sawadhul a’zhom (majoriti umat Islam). Janganlah tertipu dengan olahan dan kefahaman salah mereka terhadap perkataan-perkataan salafus sholeh dan janganlah turut mengikut bid’ah mereka dalam masalah aqidah takkala mereka tersalah dalam memahami nash-nash al-Qur’an terutamanya nash-nash mutasyabihat.

E. Pandangan” Menyimpang Berkaitan Dengan Nash" Mutasyabihat

a. Mu’tazilah : Kaum Mu’tazilah adalah golongan yang membawa persoalan-persolan teologi yang lebih mendalam dan bersifat filosofis, dalam pembahasan mereka banyak memekai akal sehingga mereka mendapat nama “kaum rasionalis Islam”.

Pandangan mu’tazilah mengenai ayat-ayat mutasyabihat yaitu mereka lebih mendahulukan akal daripada nash. Sedangkan nash mereka ta'wil kan hingga sesuai dengan akal. Untuk menegaskan penilayan kaum mu’tazilah terhadap ayat-ayat mutasyabihat, kami mengemukakan mengenai penilaian mereka terhadap antropomorfisme. Mu’tazilah memberi takwil terhadap ayat-ayat yang secara lahir menggambarkan kejisiman Tuhan. Mereka memalingkan arti kata-kata tersebut pada arti lain sehingga hilanglah kejisiman Tuhan. Beberapa contoh yang dikemukakan di sini. Misalnya, kata-kata tangan (Q.S. Shad [38]: 75) diartikan kekuasaan dan pada konteks yang lain tangan (Q.S. Al-Ma’idah [5]: 64) dapat di artikan nikmat. Kata wajah sedangkan al-arsy (Q.S. Thaha [20]: 5) diartikan kekuasaan.

b. Golongan Mujassimah atau Musyabbihah : Golongan ini dipimpin oleh Dawud Al-Jawariby dan Hisyam bin Hakam Ar-Rafidly.

Mereka berpendapat bahwa ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits nabi mengenai nash-nash mutasyabihat harus diartikan menurut lahirnya saja. Jadi Allah itu benar-benar mempunyai sifat-sifat seperti sifat-sifat makhluk-Nya.

PENUTUP

A. Kesimpulan

ayat-ayat mutasyabihat adalah ayat-ayat al-Qur’an yang belum jelas makna dan tujuannya karena mengandung berbagai pengertian, sehingga perlu direnungkan agar diperoleh pemaknaan yang tepat yang sesuai dengan ayat-ayat muhkamat.

Adapun Menurut pandangan” ahlus sunnah ada yang mempercayai sepenuhnya kepada nash-nash mutasyabihat., mereka.Tetapi mereka menyerahkan maksud yang sebenarnya kepada Allah; mereka tidak mengadakan ta’wil. Dan ada juga yang mempercayai bahwa nash-nash mutasyabihat itu menerangkan tentang sifat-sifat Allah yang tampaknya menyerupai dengan makhluk-nya itu. Adalah kalimat-kalimat majaz. Oleh karena itu harus di takwil sesuai dengan sifat keagungan dan kesempurnaan-Nya.

B. Saran dan kritik

Untuk para pembaca jikalau menemukan kesalahan dan kurang sempurnanya pembahasan, kami sebagai penyusun memohon kepada pembaca untuk meluruskannya dengan cara memberi kritik dan saran yang membangun karena hanya dengan saran dan kritik para pembacalah kami bisa tahu kesalahan kami dan berusaha memperbaikinya.

No comments:

Post a Comment