Friday, October 29, 2010

TINJAUAN SELINTAS TENTANG MODERNISME ISLAM

Oleh : Ihsanuddin

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Manusia diciptakan secara sempurna sehingga dalam perkembangan kehidupan manusia akan selalu dituntut untuk berfikir dalam segala bidang, manusia akan menciptakan inovasi-inovasi terbaru yang mendorong untuk menuju kehidupan yang lebih baik dan maju,agama sendiri memperbolehkan dalam masalah ini,dari inilah agama terus menyesuaikan diri untuk selalu menjadi pengayom bagi pengikutnya.

Islam pun selalu berinovasi untuk mencari suatu pembaruan-pembaruan yang tidak bertentangan dengan syariat yang sesuai dengan kebutuhan zaman atau kita menyebutnya dengan MODERNISME ISLAM.

B. Rumusan masalah

1. Kapan dan siapakah pencetus awal modernisme dalam islam?

2. Bagamana tumbuhnya modernisme dalam islam?

3. Bagaimana islam melakukan proses modernisme?

4. Apa dampak modernisme islam?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Awal munculnya modernisme islam
Gerakan modernisme Islam berawal pada abad ke-19 dipelopori oleh Sayyid Jamaluddin al-Afghani (1839–1897). Meskipun lahir di Afghanistan, usianya dihabiskan di berbagai bagian Dunia Islam: India, Mesir, Iran, dan Turki. Dia mengembara ke Eropa, dari Saint Petersburg sampai Paris dan London. Di mana pun dia tinggal dan ke mana pun dia pergi, Jamaluddin senantiasa mengumandangkan ide-ide pembaharuan dan moderenisasi Islam.
Bersama muridnya, Syaikh Muhammad Abduh (1849–1905) dari Mesir, Jamaluddin pergi ke Paris untuk menerbitkan majalah Al-`Urwah al-Wutsqa (Le Lien Indissoluble), yang berarti “ikatan yang teguh”. Abduh menjadi pemimpin redaksi, dan Jamaluddin menjadi redaktur politik.

B. Pandangan sekilas tentang modernisme dalam Islam

Wacana modernisme Islam saat ini tampaknya semakin meredup dan sayup sayup, seiring munculnya wacana lain yang lebih aktual dan kontemporer dalam bidang ekonomi, sosial, maupun politik, yang jauh lebih menarik. Kalau pun masih eksis, wacana ini dinilai sudah tidak relevan lagi diperbincangkan karena konteks zaman telah lari kencang ke depan dan berubah drastis secara revolusioner. Kalangan ini, setidaknya, memberikan beberapa catatan penting:

Pertama, gerakan modernisme Islam lahir dalam konteks keterpurukan, ketertinggalan, dan sikap inferioritas kaum muslim di berbagai belahan dunia dalam menghadapi cengkeraman kolonialis-imperialisme Barat abad ke-20. Saat ini, negara Islam yang dulunya terjajah telah merdeka dan mulai bangkit dari keterpurukan. Bahkan, di beberapa negara, peradaban Islam semakin menguat.

Kedua, gerakan modernisme Islam, harus diakui, pada satu sisi identik dengan puritanisme. Sebut saja misalnya tokoh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab dengan gerakan Wahhabiyah-nya di Arab Saudi yang kental dengan puritanismenya. Menurut mereka, apa pun yang tidak sesuai dengan ajaran otentik Al-Qur’an dan sunah Nabi, ia dianggap bid’ah dan harus dilenyapkan. Jauh sebelum ini, ada Ibnu Taimiyyah yang mendobrak kebekuan pintu ijtihad.

Pada sisi lain, modernisme Islam, menampilkan sosok seperti Muhammad ‘Abduh, Jamaludin al-Afghani, dan Rasyid Ridha, yang berpemikiran modernis. Ketiga tokoh ini bertarung dalam ranah pemikiran berbeda. Muhammad ‘Abduh lebih cenderung dalam teologi, al-Afghani dalam politik, dan Ridha dalam pendidikan. Tokoh-tokoh ini sama-sama berangkat dari persoalan keterpurukan umat yang harus diangkat. ‘Abduh menawarkan teologi rasional ala Muktazilah, al-Afghani menawarkan politik pan-Islamisme, dan Ridha dengan peningkatan mutu pendidikan umat lebih modern mengadopsi model pendidikan Barat.

Ketiga, modernisme, selain identik dengan puritanisme, juga banyak dicurigai sebagai agen Barat yang disusupkan ke dunia Islam. Kita kenal, misalnya, jargon modernisme adalah westernisasi (pembaratan). Domain yang berbeda jauh.

C.Islam dan modernisme

Meski Islam potensial menghadapi perubahan, tetapi aktualitas potensi tersebut membutuhkan peran pemeluknya. Ketidakmampuan pemeluk Islam dapat berimbas pada tidak berkembangnya potensi yang ada. Ungkapan yang sering dipakai para pembaru Islam untuk menggambarkan hal ini adalah “al-Islammahjubbial-muslimin”.

Dalam mengaktualisasikan potensi tersebut, pemeluk Islam difasilitasi dengan intitusi tajdid (pembaruan, modernisasi). Ada dua model tajdid yang dilakukan kaum muslim: seruan kembali kepada fundamen agama (al- Qur’an dan hadith), dan menggalakkan aktivitas ijtihad. Dua model ini merupakan respons terhadap kondisi internal umat Islam dan tantangan perubahan zaman akibat modernitas.

a. Model pertama disebut purifikasi, upayapemurnian akidah dan ajaran Islam dari percampuran tradisi-tradisi yang tidak sesuai dengan Islam.

b. Model kedua disebut dengan pembaruan Islam atau modernisme Islam (Achmad Jainuri; 1995, 38). Di sini, Tajdid memiliki peranan yang signifikan. Ketiadaan rasul pasca Muhammad SAW. bukan berarti tiadanya pihak-pihak yang akan menjaga otentitas dan melestarikan risalah Islam. Jika sebelum Muhammad SAW. peranan menjaga dan melestarikan risalah kerasulan selalu dilaksanakan oleh nabi atau rasul baru, pasca Muhammad SAW. peran tersebut diambil alih oleh umat Islam sendiri. Rasul Muhammad SAW. pernah menyatakan bahwa ulama` merupakan pewarisnya, dan di lain kesempatan ia menyatakan akan hadirnya mujaddid di setiap seratus tahun.

D.Dampak modernisme islam

Sebagian dari unsur kebudayaan dunia Barat adalah pemikiran modern. Dampak dari pemikiran modern terhadap kondisi umat Islam di Indonesia terjadi dalam dua wilayah sentral yang sangat menentukan dalam perjalanan kehidupan umat Islam selanjutnya. Dua pengaruh ini telah menimbukan permasalahan-permaslahan lain sebagai konsekuensi yang cukup pelik dan sulit. Satu permasalahan dengan lainnya saling terkait berkelindan sehingga untuk menyelesaikannya dituntut untuk dapat menemukan inti yang menjadi akar dari munculnya permasalahan-permasalahan lain.

Dampak pemikiran zaman modern telah merasuki cara berpikir sebagian umat Islam baik yang melanjutkan studi di Negara-negara Barat atau mereka yang studi di dalam negari tapi banyak mengakses khajanah-khajanah pemikiran dunia Barat. Cara berpikir yang diwariskan adalah cara berpikir rasionalistik-empirik. Artinya, cara berpikir yang didasarkan pada penalaran logis dan teori-teori ilmiah yang dihasilkan dari beberapa observasi. Ilmu-ilmu yang paling berpengaruh terhadap cara berpikir umat Islam adalah ilmu-ilmu yang berkaitan dengan kemanusiaan. Jenis ilmu-ilmu ini sering disitilahkan dengan ilmu-ilmu humaniora, misalnya psycologi, filsafat, sosiologi, dll.

BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan
Modernitas yang melanda dunia Islam, dengan segala efek positif- negatifnya, menjadi tantangan yang harus dihadapi umat Islam di tengah kondisi keterpurukannya. Umat Islam dituntut bekerja ekstra keras mengembangkan seagala potensinya untuk menyelesaikan permasalahannya.

Tajdid sebagai upaya menjaga dan melsetarikan ajaran Islam menjadi pilihan yang harus dimanfaatkan secara maksimal oleh umat Islam. Upaya tajdid harus terus dilakukan, tidak boleh berhenti meski memerlukan cost yang besar. Wallahu a`lam

DAFTAR PUSTAKA

1. Drs Ahmad Amir Aziz, MAg, Neo-Modernisme Islam Di Indonesia, 1999, Rineka Cipta, Jakarta.
2. Drs. H. Irfan anshory, Modernisme Islam di Indonesia , Artikel Pada Majalah "Suara Muhammadiyah" No.8, 16-30 April 2002:

No comments:

Post a Comment