Tuesday, February 9, 2010

Memperingati Hari PAHLAWAN 10 November 2010

HARI PAHLAWAN ADALAH BERJIWA REVOLUSIONER

Adalah penting dalam menghayati arti Hari Pahlawan, kita semua mencermati bahwa Bung Karno adalah satu di antara sejumlah tokoh-tokoh besar bangsa Indonesia yang paling menonjol (dan paling banyak!) dalam mengangkat arti para pahlawan dalam perjuangan pembebasan bangsa. Ini tercermin dalam banyak halaman buku beliau “Di bawah Bendera Revolusi”, dan juga dalam pidato-pidato beliau. Bung Karno menjadikan Hari Pahlawan sebagai sarana untuk mengingatkan . kepada seluruh bangsa (terutama angkatan muda) bahwa sudah banyak pejuang-pejuang telah gugur, atau mengorbankan harta-benda dan tenaga mereka, untuk mendirikan negara RI. Mereka rela berkorban, supaya kehidupan rakyat banyak bisa menjadi lebih baik dari pada yang sudah-sudah. Mereka berjuang dalam tahun-tahun 20-an, dan selama revolusi kemerdekaan 45, untuk menjadikan negara ini milik bersama, guna menciptakan masyarakat adil dan makmur.

Jadi, menghayati secara benar-benar Hari Pahlawan adalah berarti menghubungkannya dengan revolusi bangsa. Dan seperti yang sudah ditunjukkan oleh sejarah kita, revolusi bangsa Indonesia adalah pluralisme revolusioner. Dalam perjalanan jauh (long march) yang berliku-liku ini berbagai tokoh golongan masyarakat ( dari berbagai suku, keturunan, agama dan aliran politik) telah menyatukan diri dalam barisan panjang revolusioner kita.

Dengan latar-belakang pandangan sejarah yang demikian itu pulalah kiranya kita bisa mengerti mengapa Bung Karno menerima usul Sumarsono untuk menjadikan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan. Sedangkan Sumarsono sendiri, yang menjadi pimpinan tertinggi PRI di Surabaya waktu itu, adalah seorang pemuda yang masa kecilnya mendapat pendidikan Kristen, dan setelah besar mempunyai hubungan erat dengan gerakan di bawah tanah PKI. melawan kolonialsime Belanda dan fasisme Jepang (lewat jaring-jaringan Mr; Amir Syarifuddin, pelukis Sudjoyono, tokoh PKI Widarta dan lain-lain)..

Dari ketinggian pandangan revolusioner yang demikian itulah kita sepatutnya memandang arti penting Hari Pahlawan. Jadi, tidak cukup hanya dengan pengibaran bendera dan nyanyi--nyanyian atau pidato-pidato yang isinya kosong atau steril saja Upacara-upacara memang tetap perlu dikerjakan, namun yang lebih penting adalah memberi isi dan jiwa kepada hari keramat ini.

PARA PAHLAWAN MENANGIS DALAM MAKAM

Dewasa ini, memperingati Hari Pahlawan dengan semangat baru, cara baru, pandangan baru, adalah penting. Sebab, kita sama-sama menyaksikan bahwa selama Orde Baru, keagungan jiwa revolusioner Hari Pahlawan yang dicetuskan oleh Bung Karno telah dibikin mandul atau kerdil. Pastilah para pahlawan kita dari berbagai angkatan, berbagai suku, berbagai agama dan aliran politik, menangis sedih dalam makam mereka, melihat keadaan bangsa dan negara kita yang seperti sekarang ini. Bukanlah bangsa dan negara yang macam sekarang ini yang mereka cita-citakan ketika mereka bersedia mengorbankan diri dalam berbagai medan perjuangan, termasuk dalam pertempuran-pertempuran di seluruh tanahair.

Sebagai produk kultur politik dan kultur moral Orde Baru kerusakan dan pembusukan melanda di seluruh lini, baik di bidang eksekutif, legislatif dan judikatif, termasuk di kalangan agama. Banyak tokoh-tokoh politik, pemuka masyarakat dan pejabat yang benar-benar sudah menjadi penjahat dan pengkhianat rakyat. Banyak di antara mereka sudah tidak peduli lagi terhadap kepentingan publik. Mereka menghalalkan segala cara untuk mencuri milik negara dan rakyat. Mereka tidak segan-segan menggunakan dalil-dalil dan kedok agama untuk menimbulkan perpecahan, dan menyebar benih-benih kerusuhan.

TUGAS ANGKATAN MUDA

Mengingat situasi yang begini buruk dewasa ini (ingat : dampak peristiwa bom di Bali, hubungan internasional yang memburuk, investasi yang menurun, utang yang makin menggunung, pengangguran yang makin membengkak, pelecehan terus-menerus terhadap hukum dan HAM, korupsi yang tetap merajalela) , adalah kewajiban moral angkatan muda dari berbagai golongan, keturunan, suku, agama, dan aliran politik untuk menjadikan jiwa Hari Pahlawan.sebagai senjata guna berjuang melawan pembusukan besar-besaran ini. Sebab, kelihatannya, kita sudah tidak bisa menaruh harapan lagi kepada berbagai angkatan yang telah ikut mendirikan Orde Baru, dan juga yang merupakan produk (didikan) kultur buruk ini.

Jiwa yang sudah pernah dimanifestasikan oleh angkatan muda secara gemilang dalam tahun 1998 dalam menumbangkan kekuasaan Suharto, perlu dipupuk dan dikobarkan terus, dalam bentuk-bentuk baru, sesuai dengan perkembangan situasi. Dalam perlawanan terhadap Orde Baru telah jatuh korban-korban. Mereka adalah bagian dari sederetan panjang pahlawan, yang kebanyakan tidak dikenal. Karena telah mengorbankan diri untuk melawan sistem politik dan kediktatoran yang telah membikin banyak kerusakan parah terhadap bangsa dan negara selama puluhan tahun, maka sudah sepatutnyalah bahwa mereka kita pandang sebagai pahlawan pendobrak Orde Baru.

Hari Pahlawan harus sama-sama kita kembalikan kepada peran (dan pesannya) yang semestinya. Ini adalah tugas utama bangsa kita, termasuk dari kalangan pendidikan dan sejarawan. Angkatan muda harus dididik untuk menghayati benar-benar semangat pengabdian kepada rakyat dan pengorbanan diri demi kepentingan nusa dan bangsa. Kalangan sejarawan (dan pendidikan) perlu sekali meninjau kembali buku-buku sejarah dalam sekolah-sekolah, sehingga generasi muda kita mengenal sejarah bangsa secara benar (ingat : pemalsuan yang memblingerkan : serangan 1 Maret dan pendudukan 6 jam di Jogya oleh Suharto dan pemalsuan-pemalsuan sejarah lainnya).

Bangsa yang besar menghargai para pahlawannya. Bangsa Indonesia pernah dipandang besar oleh bangsa lain di dunia, terutama oleh rakyat-rakyat di Asia, Afrika dan Amerika Latin, berkat perjuangannya melawan kolonialisme dan imperialisme ( mohon dicatat antara lain : revolusi 45, Konferensi Bandung, Konferensi Pengarang Asia-Afrika, Konferensi Wartawan Asia-Afrika, Ganefo, Konferensi Internasional Anti Pangkalan Militer Aaing).

Sekarang ini, negeri kita Indonesia sedang terpuruk citranya di dunia. Sekali lagi, bukan negeri yang macam beginilah yang dicita-citakan oleh ratusan ribu (bahkan mungkin jutaan) pahlawan kita, yang dalam barisan panjang dan berliku-liku telah berbondong-bondong bersedia mengorbankan diri, demi kita semua dan demi anak-cucu kita.

Dengan tekad bersama untuk menjunjung tinggi-tinggi semangat revolusioner dalam mengabdi kepada kepentingan rakyat, marilah kita sambut peringatan Hari Pahlawan !

LATAR BALAKANG HARI PAHLAWAN

Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno-Hatta 17 Agustus 1945 pasukan Jepang mulai dilucuti oleh tentara nasional dan rakyat. Proses pelucutan ini menimbulkan bentrokan-bentrokan di berbagai daerah yang cukup banyak menimbulkan korban. Inisiatif tersebut juga dilakukan karena pihak sekutu di Indonesia masih belum juga melucuti tentara Jepang.

Pihak sekutu yang telah menjatuhkan bom di kota Hiroshima dan Nagasaki di Jepang juga turut akhirnya turun ke Indonesia untuk melucuti tentara Jepang. 15 September sekutu yang diwakili oleh Inggris mendarat di Jakarta dan 25 Oktober di Surabaya dengan 6.000 serdadu dari Divisi ke-23 dengan pimpinan Brigadir Jenderal Mallaby. Namun pendaratan sekutu ini didomplengi kepentingan Belanda secara rahasia melalui NICA untuk kembali menguasai Indonesia meskipun sudah memerdekakan dirinya.

Rakyat Indonesia marah mendengar konspirasi tersebut sehingga perlawanan terhadap Inggris dan NICA tetap berlanjut yang memuncak ketika pimpinan sekutu wilayah Jawa Timur Brigadir Jenderal Mallaby terbunuh 30 Oktober di Surabaya.

Inggris dan NICA melalui Mayor Jenderal Mansergh yang menggantikan Mallaby mengultimatum rakyat Indonesia untuk menyerah sampai batas akhir tanggal 10 November pagi hari. Namun di batas ultimatum tersebut rakyat Surabaya menjawabnya dengan meningkatkan perlawanan secara besar-besaran, salah satu pimpinan perlawanan tersebut adalah Sutomo, dikenal sebagai Bung Tomo (yang sampai saat ini belum diangkat secara resmi menjadi Pahlawan Nasional, hanya menerima penghargaan Bintang Mahaputra Utama pada tahun 1995 oleh presiden Suharto).

Perang tersebut melibatkan pasukan sekutu dengan 30.000 serdadu (26.000 didatangkan dari Divisi ke-5 dengan dilengkapi 24 tank Sherman) dan 50 pesawat tempur dan beberapa kapal perang. Inggris menduga 3 hari Surabaya bisa ditaklukan namun kenyataannya memakan satu bulan sampai akhirnya Surabaya kembali jatuh ke tangan sekutu dan NICA.

Perang ini menimbulkan perlawanan lain di semua kota seperti Jakarta, Bogor, Bandung sampai dengan aksi membakar kota 24 Maret 1946 dan Mohammad Toha meledakkan gudang amunisi Belanda, Palagan Ambarawa, Medan, Brastagi, Bangka dll. Perlawanan ini terus berlanjut baik dengan senjata maupun dengan negosiasi para pimpinan negeri seperti perjanjian Linggajati di Kuningan, perjanjian di atas kapal Renville, perjanjian Roem-Royen sampai akhirnya Belanda mengakui kedaulatan Indonesia pada Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda pada tahun 1949.

Empat tahun revolusi yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia, hingga akhirnya momen 10 November dijadikan Hari Pahlawan. Dari fakta sejarah di atas bisa kita simpulkan bahwa ancaman pertama kemerdekaan Indonesia bukan hanya Belanda ingin menguasai kembali, namun sekutu yang dipimpin Amerika memiliki kepentingan tersendiri di Indonesia.

KISAH SEDIH DI HARI PAHLAWAN

Perlawanan gagah berani yang diberikan rakyat Surabaya terhadap NICA dan allied forces (Inggris) yang ditumpanginya menyebabkan tanggal 10 November akan selalu dikenang dan diperingati sebagai hari pahlawan. Hari ini, kami segenap warga Indonesia yang berada di sini mengikuti kegiatan upacara demi memperingati hari pahlawan ini. Hadir pula di tengah kami, seorang veteran perang kemerdekaan, yang menurut beberapa informasi yang saya terima, adalah salah satu orang yang diduga terlibat dengan “partai merah 1965″ (you know what), sehingga diasingkan kemari. Beliau mengenakan pin berupa burung garuda di jas-nya.Secara tidak sadar, saya mengambil posisi di sebelah beliau sebelum upacara dimulai. Acara pun akhirnya mencapai puncaknya ketika lagu Indonesia Raya menggema di ruangan itu (ket: upacara diadakan di dalam ruangan karena hujan). Sembari menyanyi, saya mengamati beliau, dan entah saya salah lihat atau tidak..

Saya melihat dia melap matanya beberapa kali dan masih tersisa beberapa tetes air mata di pipinya. Semua menjadi jelas ketika beliau menceritakan cerita hidupnya di depan khayalak ramai, dahulu, beliau sempat tidak memiliki kewarganegaraan dan diblacklist sehingga tidak bisa kembali ke tanah air.

Beliau (mulai sekarang kita sebut dia sebagai Bapak A) akhirnya mendapatkan kewarganegaraan Hongaria, namun saya terkejut ketika mendengar bahwa beliau justru merasa sedih ketika itu, karena itu berarti ia tak lagi tercatat sebagai warga negara Indonesia. Namun, dengan gagahnya, beliau masih mengatakan bahwa dia masih merasa diri sebagai orang Indonesia dan mendidik anak-cucunya dengan cara Indonesia.

Saya sangat kagum dengan beliau, beliau lah yang dahulu berjuang selama 4,5 tahun melawan penjajah dan meraih kemerdekaan, dan walaupun harus mengalami nasib seperti ini hanya karena suatu peristiwa yang masih penuh dengan teka-teki, beliau masih bangga berkewarganegaraan Indonesia dan tetap menawarkan beberapa pemikiran-pemikiran beliau mengenai Indonesia.

Ya, beliau jelas adalah salah seorang pahlawan yang terlupakan. Dari dulu, saya selalu beranggapan bahwa pahlawan adalah orang yang hebat. Bukan karena saya dijejali berbagai film anak-anak mengenai superhero yang bisa terbang atau menghilang, namun karena pahlawan melakukan apa yang “di luar tugasnya” demi membela bangsa dan negara. Konsep inilah yang ditanamkan oleh orangtua saya sejak saya kecil. Pahlawan bukanlah orang yang melakukan tugasnya demi bangsa dan negara. Banyak dari mereka yang mati terhormat di Surabaya (maupun di medan perang lainnya) saat itu, mungkin hanyalah penduduk sipil yang tidak mempunyai pengetahuan mengenai strategi perang, pekerjaan mereka pun bukanlah tentara. Bayangkan, betapa terkejutnya saya ketika menemukan bahwa kepala perwakilan masyrakat Indonesia di sini juga menyampaikan konsep yang sama mengenai definisi pahlawan di dalam amanat upacaranya.

Lantas, kenapa mereka mau melakukan apa yang “di luar tugasnya” itu? Karena mereka tahu bahwa kemerdekaan itu adalah hak kita, bukanlah sesuatu yang harus kita tunggu-tunggu sebagai hadiah dari bangsa penjajah yang sekali lagi mencoba menrusak integritas bangsa kita.

Yang ingin saya sampaikan adalah, wahai rekan-rekan sekalian, tidakkah kalian malu kepada bapak A ini? Beliau mungkin telah banyak dikecewakan di dalam hidupnya, dan belum memperoleh penghargaan yang pantas atas jasa-jasanya. Banyak dari kita, yang sudah hidup enak, mana sempat lagi menyempatkan diri untuk berupacara. “Alaah, ngapain sih upacara? Males banget gue!”, kalimat inilah yang disampaikan oleh seorang rekan yang menolak diajaik ikut upacara oleh saya.

Generasi apa ini? Harusnya kita sadar, bahwa para pahlawan itu telah mati demi membela Indonesia, negara kita. Kalau mereka tidak ada juga mungkin kita tidak bisa bersantai-santai menikmati “kemerdekaan” (NB: kemerdekaan dari penjajahan militer, bukan kemerdekaan dari pengaruh bangsa asing) ini. MENGHARGAI PRIBADI PAHLAWAN YANG TELAH GUGUR SAJA KITA TIDAK BISA, APALAGI MAU MENGHARGAI JERIH PAYAH MEREKA MERAIH KEMERDEKAAN ITU DENGAN MENGISI KEMERDEKAAN ITU SENDIRI?

Teruntuk oknum-oknum yang masih melakukan tindakan-tindakan biadab yang merusak dan bikin malu bangsa sendiri, ayolah, apa tindakan-tindakan seperti itu yang para pahlawan dulu inginkan untuk kalian lakukan? Sudah bagus kalian tidak usah mati di medan perang dan tinggal memulai era baru sebagai bangsa merdeka dengan mengisi pembangunan, kok malah sibuk merusak dan bikin malu bangsa?

Teruntuk oknum-oknum yang telah saya sebutkan di atas, malulah kalian, ya, MALU.. Yah, itu juga kalau kalian masih punya..

Memperingati Hari PAHLAWAN รข€“ 10 November 2007
-------------------------------------------------------

PUPUS RAGA...PEGAT NYAWA

Napak tilas para pahlawan bangsa
Berkibar dalam syair sang saka
Berkobar dalam puisi Indonesia
Untuk meraih cita-cita merdeka

Napak tilas anak bangsa
Bersatu dalam semangat jiwa
Bergema di jagad nusantara
Untuk meraih prestasi dan karya

MERDEKA...!
Kata yang penuh dengan makna
Bertahta dalam raga pejuang bangsa
Bermandikan darah dan air mata

MERDEKA...!
Perjuangan tanpa pamrih untuk republik tercinta
menggelora di garis khatulistiwa
Memberi kejayaan bangsa sepanjang masa

MERDEKA...!
Harta yang tak ternilai harganya
Menjadi pemicu pemimpin bangsa
Untuk tampil di era dunia

-------------------------------------------------

1 comment: