BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar belakang masalah
Dalam sebuah organisasi maka sangat diperlukan adanya sebuah manajemen yang tepat dan mampu memberikan sebuah perbaikan-perbaikan begitu juga dalam sebuah organisasi pendidikan yaitu sekolah maka harus ada sebuah menejemen yang mampu mengarahkan kepada arah pendidikan yang lebih baik lagi.lembaga-lembaga pendidikan dituntut untuk dapat meningkatkan kualitas pendidikan di lembaganya masing-masing. Penerapan manajemen dalam pendidikan sangat penting karena pendidikan itu merupakan salah satu dinamisator pembangunan itu sendiri.
Disini kita akan membahas tentang menejemen yang ada disekolah yang telah kita kenal dengan sebutan MBS(menejemen berbasis sekolah)
B. Rumusan masalah
1. apa yang dimaksud dengan MBS (menejemen berbasis sekolah)?
2. apa tujuan daripada MBS?
3. Apa saja prinsip dan komponen dalam MBS?
4. Bagaimana konsep daripada MBS itu sendiri?
5. Bagaimana karakteristik dari mbs itu sendiri?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Secara leksikal, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berasal dari tiga kata, yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah. Manajemen adalah proses menggunakan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Berbasis memiliki kata dasar basis yang berarti dasar atau asas. Sekolah adalah lembaga untuk belajar dan mengajar, serta tempat menerima dan memberikan pelajaran. Berdasarkan makna leksikal tersebut maka MBS dapat diartikan sebagai penggunaan sumber daya yang berasaskan pada sekolah itu sendiri dalam proses pengajaran atau pembelajaran.[1]
Condoli memandang Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sebagai alat untuk “menekan” sekolah mengambil tanggung jawab apa yang terjadi terhadap anak didiknya. Dengan kata lain, sekolah mempunyai kewenangan untuk mengembangkan program pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak didik di sekolah tersebut.[2]
Sedangkan pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) menurut E. Mulyasa adalah pemberian otonomi luas pada tingkat sekolah agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap dengan kebutuhan setempat.[3]
Dalam konteks manajemen menurut MBS, berbeda dari manajemen pendidikan sebelumnya yang semua serba diatur dari pemerintah pusat. Sebaliknya, manajemen pendidikan model MBS ini berpusat pada sumber daya yang ada di sekolah itu sendiri. Dengan demikian, akan terjadi perubahan paradigma manajemen sekolah, yaitu yang semula diatur oleh birokrasi di luar sekolah menuju pengelolaan yang berbasis pada potensi internal sekolah itu sendiri.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) memberikan kekuasaan yang luas hingga tingkat sekolah secara langsung. Dengan adanya kekuasaan pada tingkat lokal sekolah maka keputusan manajemen terletak pada stakeholder lokal, dengan demikian mereka diberdayakan untuk melakukan segala sesuatu yang berhubungan dengan kinerja sekolah. Dengan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) terjadi proses pengambilan keputusan kolektif ini dapat meningkatkan efektifitas pengejaran dan meningkatkan kepuasan guru.[4]
Walaupun Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) memberikan kekuasaan penuh kepada sekolah secara individual, dalam proses pengambilan keputusan sekolah tidak boleh berada di satu tangan saja. Ketika Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) belum ditetapkan, proses pengambilan keputusan sekolah seringkali dilakukan sendiri oleh pihak sekolah secara internal yang dipimpin langsung oleh kepala sekolah. Namun, dalam kerangka Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) proses pengambilan keputusan mengikutkan partisipasi dari berbagai pihak baik internal, eksternal, maupun jajaran birokrasi sebagai pendukung. Dalam pengambilan keputusan harus dilakukan secara kolektif diantara stakeholder sekolah.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah bentuk alternatif sekolah sebagai hasil dari desentralisasi pendidikan. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada prinsipnya bertumpu pada sekolah dan masyarakat serta jauh dari birokrasi yang sentralistik. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berpotensi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, pemerataan, efisiensi, serta manajemen yang bertumpu pada tingkat sekolah. MBS dimaksudkan otonomi sekolah, menentukan sendiri apa yang perlu diajarkan, dan mengelola sumber daya yang ada untuk berinovasi. MBS juga memiliki potensi yang besar untuk menciptakan kepala sekolah, guru, administrator yang professional. Dengan demikian, sekolah akan bersifat responsif terhadap kebutuhan masing-masing siswa dan masyarakat sekolah. Prestasi belajar siswa dapat dioptimalkan melalui partisipasi langsung orang tua dan masyarakat.
2. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Menurut Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, tujuan MBS dengan model MPMBS adalah pertama meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia. Kedua, meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama. Ketiga, meningkatkan tanggung jawab kepala sekolah kepada sekolahnya. Keempat, meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai. Selain itu, MBS memiliki potensi untuk meningkatkan prestasi siswa dikarenakan adanya peningkatan efisiensi penggunaan sumber daya dan personel, peningkatan profesionalisme guru, penerapan reformasi kurikulum serta meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pendidikan.[5]
Sedangkan E. Mulyasa menyebutkan tujuan utama MBS adalah meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat, dan penyederhanaan birokrasi. Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orang tua, kelenturan pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme guru, adanya hadiah dan hukuman sebagai kontrol, serta hal lain yang dapat menumbuhkembangkan suasana yang kondusif. Pemerataan pendidikan nampak pada tumbuhnya partisipasi masyarakat terutama yang mampu dan peduli, sementara yang kurang mampu akan menjadi tanggung jawab pemerintah.[6]
Dari uraian diatas, terlihat bahwa Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) bertujuan untuk membuat sekolah dapat lebih mandiri dalam memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan (otonomi), fleksibilitas yang lebih besar terhadap sekolah dalam mengelola sumber daya dan mendorong partisipasi warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan.
3. Prinsip-Prinsip Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Teori yang digunakan MBS untuk mengelola sekolah didasarkan pada empat prinsip yaitu:
a. Prinsip Ekuifinalitas (Principal of Equifinality)
Prinsip ini didasarkan pada teori manajemen modern yang berasumsi bahwa terdapat beberapa cara yang berbeda-beda untuk mencapai suatu tujuan. MBS menekankan fleksibilitas sehingga sekolah harus dikelola oleh warga sekolah menurut kondisi mereka masing-masing. Karena kompleknya pekerjaan sekolah saat ini dan adanya perbedaan yang besar antara sekolah yang satu dengan yang lain, misalnya perbedaan tingkat akademik siswa dan situasi komunitasnya, sekolah tak dapat dijalankan dengan struktur yang standar di seluruh kota, provinsi, apalagi negara. Sekolah harus mampu memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapinya dengan cara yang paling tepat dan sesuai dengan situasi dan kondisinya. Walaupun sekolah yang berbeda memiliki masalah yang sama, cara penanganannya akan berlainan antara sekolah yang satu dengan yang lain.
b. Prinsip Desentralisasi (Principal of Decentralization)
Desentralisasi adalah gejala yang penting dalam reformasi manajemen sekolah modern. Prinsip desentralisasi ini konsisten dengan prinsip ekuifinalitas. Prinsip desentralisasi dilandasi oleh teori dasar bahwa pengelolaan sekolah dan aktifitas pengajaran tak dapat dielakkan dari kesulitan dan permasalahan. Pendidikan adalah masalah yang rumit dan kompleks sehingga memerlukan desentralisasi dalam pelaksanaannya.
Oleh karena itu, sekolah harus diberi kekuasaan dan tanggung jawab untuk memecahkan masalahnya secara efektif dan secepat mungkin ketika masalah itu muncul. Dengan kata lain, tujuan prinsip desentralisasi adalah efisiensi dalam pemecahan masalah, bukan menghindari masalah. Oleh karena itu MBS harus mampu menemukan masalah, memecahkannya tepat waktu dan memberi sumbangan yang lebih besar terhadap efektivitas aktivitas pengajaran dan pembelajaran. Tanpa adanya desentralisasi kewenangan kepada sekolah itu sendiri maka sekolah tidak dapat memecahkan masalahnya secara cepat, tepat, dan efisiensi.
c. Prinsip Sistem Pengelolaan Mandiri (Principal of Self Managing System)
Prinsip ini terkait dengan prinsip sebelumnya, yaitu prinsip ekuifinalitas dan prinsip desentralisasi. Ketika sekolah menghadapi permasalahan maka harus diselesaikan dengan caranya sendiri. Sekolah dapat menyelesaikan masalahnya bila telah terjadi pelimpahan wewenang dari birokrasi diatasnya ke tingkat sekolah. Dengan adanya kewenangan di tingkat sekolah itulah maka sekolah dapat melakukan sistem pengelolaan mandiri.
d. Prinsip Inisiatif Manusia (Principal of Human Initiative)
Prinsip ini mengakui bahwa manusia bukanlah sumber daya yang statis, melainkan dinamis. Oleh karena itu, potensi sumber daya manusia harus selalu digali, ditemukan, dan kemudian dikembangkan. Sekolah dan lembaga pendidikan yang lebih luas tidak dapat lagi menggunakan istilah staffing yang konotasinya hanya mengelola manusia sebagai barang yang statis. Lembaga pendidikan harus menggunakan pendekatan human recources development yang memiliki konotasi dinamis dan menganggap serta memperlakukan manusia di sekolah sebagai aset yang amat penting dan memiliki potensi untuk terus dikembangkan.[7]
4. Komponen-Komponen Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Manajemen sekolah pada hakikatnya mempunyai pengertian yang hampir sama dengan manajemen pendidikan. Ruang lingkup dan bidang kajian manajemen sekolah juga merupakan ruang linkup dan bidang kajian manajemen pendidikan. Namun demikian, manajemen pendidikan mempunyai jangkauan yang lebih luas daripada manajemen sekolah. Dengan perkataan lain, manajemen sekolah merupakan bagian dari manajemen pendidikan, atau penerapan manajemen pendidikan dalam organisasi sekolah sebagai salah satu komponen dari sistem pendidikan yang berlaku. Manajemen sekolah terbatas pada salah satu sekolah saja, sedangkan manajemen pendidikan meliputi seluruh komponen sistem pendidikan, bahkan bisa menjangkau sistem yang lebih luas dan besar (suprasistem) secara regional, nasional, bahkan internasional.
Hal yang paling penting dalam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah manajemen terhadap komponen-komponen sekolah itu sendiri. Sedikitnya terdapat tujuh komponen sekolah yang harus dikelola dengan baik dalam rangka MBS, yaitu:
- Manajemen kurikulum dan program pengajaran
- Manajemen tenaga kependidikan
- Manajemen kesiswaan
- Manajemen keuangan dan pembiayaan
- Manajemen sarana dan prasarana pendidikan
- Manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat
- Manajemen layanan khusus.[8]
5. Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Dengan mengadopsi ide dasar Edward B. Fiska (1996) Nanang Fatah menggambarkan konsep manajemen berbasis sekolah sebagai berikut:
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) secara konsepsional akan membawa dampak terhadap peningkatan kinerja sekolah dalam hal mutu, efisiensi manajemen keuangan, pemerataan lewat perubahan kebijakan desentralisasi di berbagai aspek seperti politik, edukatif, administratif dan anggaran pendidikan. MBS selain akan meningkatkan kualitas belajar mengajar dan efisiensi operasional pendidikan, juga tujuan politik terutama iklim demokratisasi di sekolah. Nanang Fattah mengungkapkan keberhasilan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di Spanyol yaitu menciptakan kualitas manajemen dan pendidikan, sebagai strategi untuk memperbaiki kinerja sekolah yang mampu meningkatkan kemauan dan kemampuan kepala sekolah untuk memperbaiki proses belajar mengajar. Hal ini dipandang sebagai demokrasi di tingkat lokal sekolah.[9]
6. Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah
MBS yang ditawarkan sebagai bentuk operasional desentralisasi pendidikan akan memberikan wawasan baru terhadap system yang sedang berjalan selama ini. Hal ini diharapakan dapat membawa dampak tehadap peningkatan efisiensi dan efektifitas kinerja sekolah, dengan menyedikan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat sekolah sestempat.
Karakteristik MBS bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, proses belajar mengajar, pengelolaan sumber daya manusia, dan pengelolaan sumber daya dan administrasi. Sejalan dengan itu, Saud (2002) berdasrakan pelaksanaan di Negara maju mengemukakan bahwa karakteristik dasar MBS adalah pemberian otonomi ynag luas kepada sekolah, partisipasi masyarakat dan orang tua peserta didik yang tinggi. Kepemimpinan kepala sekolah yang demokratis dan professional, serta adanya team work yang tinggi dan professional.
1. Pemberian otonomi luas kepada sekolah
MBS memberikan otonomi luas kepada sekolah, diserati sepewrangkat tanggung jawab. Dengan adanya otonomi yang memberikan tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan strategi sesuia dengan kondisi setempat, sekolah dapat lebih memberdayakan tenaga kependidikan guru agar lebih berkonsentrasi pada tugas utamanya mengajar. Dealam apada itu, sekolah sebagai lembaga pendidikan diberi kewenangan dan kekuasaan yang luas untuk mengembangkan program-program kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik serta runtutan masyarakat. Untuk mendukung keberhasilan program tersebut, sekolah memiliki kekuasaan dan kewenangan mengelola dan memanfaatkan berbagai sumber daya yang tersedia di masyarakat dan lingkungan sekitar. Selain itu, sekolah juga diberikan kewenangan untuk menggali dan mengelola sumber dana sesuai dengan prioritas kebutuhan. Melalui otonomi ynag luas, sekolah dapat meningkatkan kinerja tenaga kependidikan dengan menawarkan pertisipasi aktif mereka dalam pengambilan keputusan dan tanggung jawab bersama dalam pelaksanaan keputusan ynag diambil secara proporsional dan professional.
2. Partisipasi masyarakat dan orang tua
Dalam MBS pelaksanaan program-program sekolah didukung oleh partisipasi masyarakat dan orang tua peserta didik yang tinggi. Orang tua peserta didik dan masyarakat tidak hanya mendukung sekolah melalui bantuan keuangan, tetapi melalui komite sekolah dan dewan pendidikan merumuskan serta mengembangkan program-program ynag dapat meningkatkan kualitas sekolah. Masyarakat dan orang tua menjalin klerja asama untuk membantu sekolah sebagai nara sumber berbagai kegiatan sekolah untuk meningkatkan kulaitas pembelajaran.
3. Kepemimpinan yang demokratis dan professional
Dalam MBS, pelaksanaan program-progaram sekolah didukung oleh adanya kepemimpinan sekolah yang demokratis dan professional. Kepala sekolah dan guru-guru sebagai tenaga pelaksana inti prpgram sekolah merupakan orang-orang yang memiliki kemampuan dan integritas professional. Kepala sekolah adalah manajer pendidikan professional yang direkrut komite sekolah untuk mengelola segala kegiatan sekolah berdasrakan kebijakan yang ditetapkan. Guru-guru ynag direkrut oleh sekolah adalah pendidik yang profesionala dalam bidangnya masing-masing, sehingga mereka bekerja berdasarkan pola kinerja professional yang disepakati bersama untuk memberi kemudahan dan mendukung keberhasilan pembelajaran peserta didik. Dalam proses pengambilan keputusan, kepala sekolah mnegimplementasikan proses Bottom up secara demokratis, sehingga semua pihak memiliki tanggung jawab terhadap keputusan ynag diambil beserta pelaksanaannya.
4. Team work yang kompak dan transparan
Dalam MBS, keberhasilan program-program sekolah didukung oleh kinerja team work yang kompak dan transparan dari berbagai pihak ynag terlibat dalam pendidikan di sekolah. Dalam dewan pendidikan dan komite sekolah misalnya, pihak-pihka yang terlibat bekerja sama secara harmonis sesuia dengan posisinya masing-masing untuk mewujudkan suatu “sekolah sekolah yang dapat dibanggakan” oleh semua pihak. Mereka tidak saling menunjukkan kuasa atau paling bnerjasa, tetapi masing-masing mmeberi kontribusi terhadap upaya peningkatan mutu dan kinerja sekolah secara kaffah. Dalam pelaksanann program misalnya, pihak-pihak terkait bekerja sama secara professional untuk mencapai tujuan-tujuan atau target yang disepakati bersama. Dengan demikian, keberhasilan MBS merupakan hasil sinergi (synergistic effect) dari kolaborasi team yang kompak dan transparan.
Dalam konsep MBS kekuasaan yang dimiliki sekolah mencakup pengambilan keputusan tentang manajmen kurikulum dan pembelajaran; rektutmen dan manajamen tenaga kependidikan serta manajemen keungan sekolah. (Mulyasa, 2004: 38)
BAB III
PENUTUP
A.K esimpulan
1.Pengertian
Secara leksikal, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berasal dari tiga kata, yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah. Manajemen adalah proses menggunakan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Berbasis memiliki kata dasar basis yang berarti dasar atau asas. Sekolah adalah lembaga untuk belajar dan mengajar, serta tempat menerima dan memberikan pelajaran. Berdasarkan makna leksikal tersebut maka MBS dapat diartikan sebagai penggunaan sumber daya yang berasask.
Sedangkan pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) menurut E. Mulyasa adalah pemberian otonomi luas pada tingkat sekolah agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap dengan kebutuhan setempatan pada sekolah itu sendiri dalam proses pengajaran atau pembelajaran
2. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Menurut Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, tujuan MBS dengan model MPMBS adalah pertama meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia. Kedua, meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama. Ketiga, meningkatkan tanggung jawab kepala sekolah kepada sekolahnya. Keempat, meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.
3. Prinsip-Prinsip Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
a. Prinsip Ekuifinalitas (Principal of Equifinality)
Prinsip ini didasarkan pada teori manajemen modern yang berasumsi bahwa terdapat beberapa cara yang berbeda-beda untuk mencapai suatu tujuan.
b. Prinsip Desentralisasi (Principal of Decentralization)
Desentralisasi adalah gejala yang penting dalam reformasi manajemen sekolah modern. Prinsip desentralisasi ini konsisten dengan prinsip ekuifinalitas
c. Prinsip Sistem Pengelolaan Mandiri (Principal of Self Managing System)
Prinsip ini terkait dengan prinsip sebelumnya, yaitu prinsip ekuifinalitas dan prinsip desentralisasi. Ketika sekolah menghadapi permasalahan maka harus diselesaikan dengan caranya sendiri.
d. Prinsip Inisiatif Manusia (Principal of Human Initiative)
Prinsip ini mengakui bahwa manusia bukanlah sumber daya yang statis, melainkan dinamis. Oleh karena itu, potensi sumber daya manusia harus selalu digali, ditemukan, dan kemudian dikembangkan. Manajemen kurikulum dan program pengajaran
4. Komponen-Komponen Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
- Manajemen tenaga kependidikan
- Manajemen kesiswaan
- Manajemen keuangan dan pembiayaan
- Manajemen sarana dan prasarana pendidikan
- Manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat
6. Manajemen layanan khusus.
5. Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Dengan mengadopsi ide dasar Edward B. Fiska (1996) Nanang Fatah menggambarkan konsep manajemen berbasis sekolah sebagai diatas.
6. Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah
- Pemberian otonomi luas kepada sekolah
- Partisipasi masyarakat dan orang tua
- Kepemimpinan yang demokratis dan professional
- Team work yang kompak dan transparan
DAFTAR PUSTAKA
Hadiyanto, Mencari Sosok Desentralisasi Manajemen Pendidikan Di Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2004
Ali Imron dan Burhanuddin, Manajemen Pendidikan, Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang, 2003
Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara, 1988
Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen: Dasar, Pengertian dan Masalah, Jakarta: Haji Masagung,1989
Nurkolis, Manajemen Berbasis Sekolah, Jakarta: Grasindo, 2003
E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004 Nanang Fattah, Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Dewan Sekolah, Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004
[1]Nurkolis, Manajemen Berbasis Sekolah, Jakarta: Grasindo, 2003, hal. 1.
[2]Hadiyanto. op.cit,. hal. 67.
[3]E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004, hal. 19.
[4]Nurkolis. op. cit., hal. 5.
[5]Ibid, hal. 27.
[6]E. Mulyasa. op. cit., hal. 13.
[7]Nurkolis. op.cit., hal. 52.
[8]E. Mulyasa. op. cit., hal. 39.
[9]Nanang Fattah, Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Dewan Sekolah, Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004, hal. 26-27.
Thanks kawand atas makalahnya . . .
ReplyDeletekeren nih ngebantu dri tugas saya makasii yahh
ReplyDelete