TEKS

SELAMAT DATANG DAN JANGAN LUPA ISI BUKU TAMU & KOMENTAR YA.....

Monday, May 30, 2011

PEMBINAAN PROFESI GURU

Oleh : A’yun, Iim, Mpok

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembinaan profesi guru merupakan persoalan kompleks yang akhir-akhir ini tidak pernah henti-hentinya didiskusikan, terutama dalam kaitannya dengan sertifikasi guru. Diantara program-program pembinaan profesi secara terstruktur yang dapat mendorong terjadinya peningkatan profesionalisme guru adalah pre-service, in-service, dan on-service teacher training program.

Semakin banyak model pembelajaran yang diamati melalui program terstruktur ini, semakin baik pula para guru memahami potensi yang terkandung dalam berbagai model pembelajaran beserta implementasinya di dalam kelas. Dalam kegiatan on-service lesson study ini dapat meningkatkan profesionalisme guru.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian pembinaan profesi guru?

2. Bagaimana upaya peningkatan profesi guru?

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Pembinaan Profesi Guru

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, pembinaan adalah proses, perbuatan, cara membina, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara budaya guna dan berhsil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik.

Menurut Kartadinatap profesi guru adalah orang yang memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang memadai, keahlian guru dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan diperoleh setelah menempuh pendidikan keguruan tertentu, dan kemampuan tersebut tidak dimiliki oleh warga masyarakat pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan.

Makagiansar mengatakan profesi guru adalah orang yang memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang memadai, keahlian guru dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan diperoleh setelah menempuh pendidikan keguruan tertentu.

Nasanius, Y. mengatakan profesi guru yaitu kemampuan yang tidak dimiliki oleh warga masyarakat pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan. Ada beberapa peran yang dapat dilakukan guru sebagai tenaga pendidik, antara lain: (a) sebagai pekerja profesional dengan fungsi mengajar, membimbing dan melatih (b) pekerja kemanusiaan dengan fungsi dapat merealisasikan seluruh kemampuan kemanusiaan yang dimiliki, (c) sebagai petugas kemashlahatan dengan fungsi mengajar dan mendidik masyarakat untuk menjadi warga negara yang baik.

Galbreath mengatakan bahwa profesi guru adalah orang yang bekerja atas panggilan hati nurani. Dalam melaksanakan tugas pengabdian pada masyarakat hendaknya didasari atas dorongan atau panggilan hati nurani. Sehingga guru akan merasa senang dalam melaksanakan tugas berat mencerdaskan anak didik.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian pembinaan profesi guru adalah tindakan dan kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh hasil yang lebih baik guna memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang memadai dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan diperoleh setelah menempuh pendidikan keguruan tertentu.

2.2. Upaya Peningkatan Profesi Guru

Profesionalisasi berhubungan dengan profil guru, walaupun protet guru yang ideal memang sulit didapat namun kita boleh menerka profilnya. Guru idaman merupakan produk dari keseimbangan antara penguasaan aspek keguruan dan disiplinilmu (dalam Mimbar Pendidikan IKIP Bandung, No. 3/ September 1987:87).

Keduanya tidak perlu fipertentangkn melainkan bagaimana guru tertempa kepribadiannya dan terasah aspek penguasaan materinya. Kepribadian guru yang utuh dan berkualitas sangat penting karena dari sinilah muncul tanggung jawab profesional sekaligus menjadi inti kekutan professional dan kesiapan untuk selalu mengembangkan diri. Tugas guru adalah potensi peserta didik dan mengajarnya supaya belajar. Guru memberikan peluang agar potensi itu ditemukan dan dikembangkan. Kejelian itulah yang merupakan ciri kepribadian profesional.

Sehubungan hal di atas, maka upaya peningkatan profesi guru sekurang-kurangnya menghadapi dan memperhitungkan empat faktor, yaitu:

1) Ketersediaan dan Mutu Calon Guru

Secara jujur kita akui pada masa lalu (dan masa kini) profesi guru kurang memberikan rasa bangga diri. Bahkan ada guru yang malu disebut sebagai guru. Rasa inferior terhadap potensi lain masih melekat di hati banyak guru.

Kurangnya rasa bangga itu akan mempengaruhi motivasi kerja dan citra masyarakat terhadap profesi guru. Banyak guru yang secara sadar atau tidak sadar mempromosikan keminderannya kepada masyarakat.

Seorang guru harus memiliki keyakinan dengan sepenuh hati dalam menjalankan tugasnya. Mutu seorang guru juga harus diperhatikan agar nantinya menghasilkan generasi yang membanggakan.

2) Pendidikn pra- Jabatan

Pendidikan pra jabatan bertujuan:

a. untuk meyakinkan kemampuan profesional awal. Saringan calon peserta pendidikan pra jabatan perlu dilakukan secara efektif, baik dari segi kemampuan potensial, aspek-aspek kepribadian yang relevan, maupun motivasinya.

b. Pendidikan pra-jabatan harus benar-benar secara sistematis menyiapkan calon guru untuk menguasai kemampuan profesional.

3) Mekanisme Pembinaan dalam Jabatan

Ada tiga upaya dalam penyelenggaran pelbagai aspek dan tahap penanganan pembinaan dalam jabatan profesional guru. Ketiga upaya itu adalah sebagai berikut:

a. mekanisme dan prosedur penghargaan aspek layanan ahli keguruan perlu dikembangkan.

b. Sistem penilikan di jenjang SD dan juga sistem kepengawasan di jenjang SLTA yang berlaku sekarang jelas memerlukan penyesuaian-penyesuaian mendasar.

c. Keterbukaan informasi dan kesempatan untuk meraih kualifikasi formal yang lebih tinggi, katakanlah S1, S2 dan bahkan S3.

4) Peranan Organisasi Profesi

Pengawasan mutu layanan suatu biang profesional dilakukan oleh kelompok ahli yang dipandu oleh nilai-nilai profesi yang sejati, yaitu pengabdian keahlian bagi kemaslahatan orang banyak. Penanganan yang tepat terhadap semua aspek dan tahap sistem pengadaan guru, yaitu perekrutan, pendidikan pra-jabatan, pengangkatan-pengangkatan dan pembinaan dalam jabatan .

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

a) Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, pembinaan adalah proses, perbuatan, cara membina, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara budaya guna dan berhsil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Makagiansar mengatakan profesi guru adalah orang yang memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang memadai, keahlian guru dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan diperoleh setelah menempuh pendidikan keguruan tertentu

b) Upaya peningkatan profesi guru sekurang-kurangnya menghadapi dan memperhitungkan empat faktor, yaitu:

o Ketersediaan dan Mutu Calon Guru

o Pendidikn pra- Jabatan

o Mekanisme Pembinaan dalam Jabatan

o Peranan Organisasi Profesi

3.2 Saran

Dari pemaparan diatas, kita ketahui bahwa pembinaan profesi guru sangatlah penting karena guru merupakan kunci keberhasilan sebuah lembaga pendidikan. Baik buruknya perilaku dan cara mengajar guru akan sangat mempengaruhi citra lembaga pendidikan. Oleh karena itu, perlu diadakan pembinaan profesi guru.

DAFTAR PUSTAKA

Nurdin, syafruddin. 2005. Guru Proffesional dan Implementasi Kurikulum. Ciputat: QUANTUM TEACHING.

Alma, buchari. 2009. Guru Proffesional. Bandung: Alfabeta.

Hamalik, oemar. 2009. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

KUALITAS PENDIDIKAN

Oleh : S@m, C3met, M4ma, Mbah

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia sejak tahun 1998 merupakan era transisi dengan tumbuhnya proses demokrasi. Demokrasi juga telah memasuki dunia pendidikan nasional antara lain dengan lahirnya Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam bidang pendidikan bukan lagi merupakan tanggung jawab pemerintah pusat tetapi diserahkan kepada tanggung jawab pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang – Undang No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, hanya beberapa fungsi saja yang tetap berada di tangan pemerintah pusat. Perubahan dari sistem yang sentralisasi ke desentralisasi akan membawa konsekuensi-konsekuensi yang jauh di dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.

Selain perubahan dari sentralisasi ke desentralisasi yang membawa banyak perubahan juga bagaimana untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam menghadapi persaingan bebas abad ke-21. Kebutuhan ini ditampung dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta pentingnya tenaga guru dan dosen sebagai ujung tombak dari reformasi pendidikan nasional.

Sistem Pendidikan Nasional Era Reformasi yang diatur dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 diuraikan dalam indikator-indikator akan keberhasilan atau kegagalannya, maka lahirlah Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang kemudian dijelaskan dalam Permendiknas RI.

Di dalam masyarakat Indonesia dewasa ini muncul banyak kritikan baik dari praktisi pendidikan maupun dari kalangan pengamat pendidikan mengenai pendidikan nasional yang tidak mempunyai arah yang jelas. Dunia pendidikan sekarang ini bukan merupakan pemersatu bangsa tetapi merupakan suatu ajang pertikaian dan persemaian manusia-manusiaa yang berdiri sendiri dalam arti yang sempit, mementingkan diri dan kelompok. Maka dari itu perlu kiranya kami bahas tentang kualitas pendidikan dan upaya-upaya peningkatan Kualitas pendidikan.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari kualitas pendidikan?

2. Apa standar dan parameter pendidikan yang berkualitas?

3. Apa upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan?

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Kualitas Pendidikan

Arti dasar dari kata kualitas menurut Dahlan Al-Barry dalam Kamus Modern Bahasa Indonesia adalah “kualitet”: “mutu, baik buruknya barang”[1]. Seperti halnya yang dikutip oleh Quraish Shihab yang mengartikan kualitas sebagai tingkat baik buruk sesuatu atau mutu sesuatu.[2]

Sedangkan kalau diperhatikan secara etimologi, mutu atau kualitas diartikan dengan kenaikan tingkatan menuju suatu perbaikan atau kemapanan. Sebab kualitas mengandung makna bobot atau tinggi rendahnya sesuatu. Jadi dalam hal ini kualitas pendidikan adalah pelaksanaan pendidikan disuatu lembaga, sampai dimana pendidikan di lembaga tersebut telah mencapai suatu keberhasilan.[3] Menurut Supranta kualitas adalah sebuah kata yang bagi penyedia jasa merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan baik.[4] Sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Guets dan Davis dalam bukunya Tjiptono menyatakan kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.[5]Kualitas pendidikan menurut Ace Suryadi dan H.A.R Tilaar merupakan kemampuan lembaga pendidikan dalam mendayagunakan sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan kemampuan belajar seoptimal mungkin.[6]

Di dalam konteks pendidikan, pengertian kualitas atau mutu dalam hal ini mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dari konteks “proses” pendidikan yang berkualitas terlibat berbagai input (seperti bahan ajar: kognitif, afektif dan, psikomotorik), metodologi (yang bervariasi sesuai dengan kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif. Dengan adanya manajemen sekolah, dukungan kelas berfungsi mensingkronkan berbagai input tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar, baik antara guru, siswa dan sarana pendukung di kelas atau di luar kelas, baik dalam konteks kurikuler maupun ekstra-kurikuler, baik dalam lingkungan substansi yang akademis maupun yang non akademis dalam suasana yang mendukung proses belajar pembelajaran.

Kualitas dalam konteks “hasil” pendidikan mengacu pada hasil atau prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap akhir cawu, akhir tahun, 2 tahun atau 5 tahun, bahkan 10 tahun). Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (student achievement) dapat berupa hasil test kemampuan akademis, misalnya ulangan umum, EBTA atau UN. Dapat pula prestasi dibidang lain seperti di suatu cabang olah raga, seni atau keterampilan tambahan tertentu. Bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan dan sebagainya.[7] Selain itu kualitas pendidikan merupakan kemampuan sistem pendidikan dasar, baik dari segi pengelolaan maupun dari segi proses pendidikan, yang diarahkan secara efektif untuk meningkatkan nilai tambah dan factor-faktor input agar menghasilkan output yang setinggi-tingginya.

Jadi pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang dapat menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan dasar untuk belajar, sehingga dapat mengikuti bahkan menjadi pelopor dalam pembaharuan dan perubahan dengan cara memberdayakan sumber-sumber pendidikan secara optimal melalui pembelajaran yang baik dan kondusif. Pendidikan atau sekolah yang berkualitas disebut juga sekolah yang berprestasi, sekolah yang baik atau sekolah yang sukses, sekolah yang efektif dan sekolah yang unggul. Sekolah yang unggul dan bermutu itu adalah sekolah yang mampu bersaing dengan siswa di luar sekolah. Juga memiliki akar budaya serta nilai-nilai etika moral (akhlak) yang baik dan kuat.[8]

Pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang mampu menjawab berbagai tantangan dan permasalahan yang akan dihadapi sekarang dan masa yang akan datang. Dari sini dapat disimpulkan bahwa kualitas atau mutu pendidikan adalah kemampuan lembaga dan sistem pendidikan dalam memberdayakan sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan kualitas yang sesuai dengan harapan atau tujuan pendidikan melalui proses pendidikan yang efektif.

Pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas, yaitu lulusan yang memilki prestasi akademik dan non-akademik yang mampu menjadi pelopor pembaruan dan perubahan sehingga mampu menjawab berbagai tantangan dan permasalahan yang dihadapinya, baik di masa sekarang atau di masa yang akan datang (harapan bangsa).

2.2. Standar atau Parameter Pendidikan Yang Berkualitas

Standar / parameter adalah ukuran atau barometer yang digunakan untuk menilai atau mengukur sesuatu hal. Ini menjadi penting untuk kita ketahui, apalagi dalam rangka mewujudkan suatu pendidikan yang berkualitas. Kalau kita mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP.) No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Standar nasional pendidikan diatas, ada delapan (8) hal yang harus diperhatikan untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas, yaitu :[9]

a) Standar isi, adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

b) Standar proses, adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.

c) Standar pendidik dan tenaga kependidikan, adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.

d) Standar sarana dan prasarana, adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.

e) Standar pengelolaan, adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional, agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.

f) Standar pembiayaan, adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selam satu tahun.

g) Standar penilaian pendidikan, adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.

Standar nasional pendidikan ini berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan, pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.[10]Juga bertujuan untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. [11]Salah satu standar diatas yang paling penting untuk diperhatikan yaitu standar pendidik dan kependidikan. Dimana seorang pendidik harus memiliki kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini, yaitu :[12] kompetensi peadagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.

Ada empat (4) standar kualitas pendidikan dalam urutan prioritasnya adalah sebagai berikut : guru (teacher), kurikulum (curriculum), atmosfer akademik (academic atmosphere), dan sumber keilmuan (academic resource).[13] Berikut ini uraian dari standar kualitas diatas :[14]

1. Guru (Teacher)

Mutu pendidikan amat ditentukan kualitas dan komitmen seorang guru. Profesi guru menjadi tidak menarik di banyak daerah karena tidak menjanjikan kesejahteraan finansial dan penghargaan profesional. Oleh karena itu, dengan dirumuskannya jenjang profesionalitas yang jelas, maka kualitas guru-guru dapat dijaga dengan baik. Tentunya hal ini juga berkaitan dengan penghargaan profesionalitas yang didapat dalam setiap jenjang tersebut.

Guru juga harus bertanggung jawab dalam membangun atmosfer akademik di dalam kelas. Atmosfer ini sebenarnya bertujuan untuk membentuk karakter siswa terutama berkaitan dengan nilai-nilai akademik utama yaitu sikap ilmiah dan kreatif. Guru perlu menekankan nilai-nilai inti yang berhubungan dengan pengembangan sikap ilmiah dan kreatif dalam setiap tugas yang diberikan kepada siswanya, dalam membimbing siswa memecahkan suatu persoalan atau juga dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dari siswa. Untuk dapat mengajar secara efektif, maka guru-guru akan ditraining secara kontinyu (bukan hanya sekali saja) dan terutama akan dibekali pengetahuan tentang cara mengajar yang baik dan bagaimana cara menilai yang efektif. Sehingga diharapkan guru tersebut dapat mengembangkan cara mengajarnya sendiri, dapat meningkatkan pengetahuan mereka sendiri dan juga dapat berkolaborasi dengan guru yang lain.

2. Kurikulum (Curriculum)

Kurikulum di sini bukan sekedar kumpulan aktivitas saja, ia harus koheren antara aktivitas yang satu dengan yang lain. Dalam kurikulum, juga harus diperhatikan bagaimana menjaga agar materi-materi yang diberikan dapat menantang siswa sehingga tidak membuat mereka merasa bosan dengan pengulangan-pengulangan materi saja. Tentu saja hal ini bukan berarti mengubah-ubah topik yang ada tetapi lebih kepada penggunaan berbagai alternatif cara pembelajaran untuk memperdalam suatu topik atau mengaplikasikan suatu topik pada berbagai masalah riil yang relevan.

Kurikulum juga harus memuat secara jelas mengenai cara pembelajaran (learning) dan cara penilaian (assesment) yang digunakan di dalam kelas. Cara pembelajaran yang dijalankan harus membuat siswa memahami dengan benar mengenai hal-hal yang mendasar. Pemahaman ini bukan hanya berdasarkan hasil dari pengajaran satu arah dari guru ke siswa, tetapi lebih merupakan pemahaman yang muncul dari keaktifan siswa dalam membangun pengetahuannya sendiri dengan merangkai pengalaman pembelajaran di kelas dan pengetahuan yang telah dimilikinya sebelumnya.

3. Atmosfer Akademik (Academic Atmosphere)

Atmosfer akademik bertujuan untuk membentuk karakter siswa terutama berkaitan dengan nilai-nilai akademik utama yaitu sikap ilmiah dan kreatif. Atmosfer ini dibangun dari interaksi antar siswa, dari interaksi antara siswa dengan guru, interaksi dengan orang tua siswa dan juga suasana lingkungan fisik yang diciptakan. Guru memegang peran sentral dalam membangun atmosfer akademik ini dalam kegiatan pengajarannya di kelas dan berlaku untuk semua yang terlibat dalam sistem pendidikan.

Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana membangun sikap ilmiah dan kreatif ini dalam kegiatan operasional pendidikan sehari-harinya? Untuk ini kita perlu menyadari nilai-nilai inti yang harus ditanamkan ke semua komponen yang terlibat dalam kegiatan pendidikan yang diselenggarakan. Sikap ilmiah yang dimaksud adalah sikap yang menghargai hasil-hasil intelektual baik yang berasal dari dirinya sendiri maupun orang lain, disamping kritis dalam menerima hasil-hasil intelektual tersebut. Sedangkan sikap kreatif disini mempunyai maksud sikap untuk terus-menerus mengembangkan kemampuan memecahkan soal dan mengembangkan pengetahuan secara mandiri.

Untuk membangun Sikap Ilmiah perlu ditanamkan nilai kejujuran (honesty), dan nilai kekritisan (skeptics). Sedangkan untuk membangun sikap kreatif perlu ditanamkan nilai ketekunan (perseverence), dan nilai keingintahuan (curiosity).[15]

Selanjutnya nilai-nilai inti ini perlu diterjemahkan dalam berbagai kode etik yang menjadi pedoman dalam kegiatan operasional pendidikan sehari-hari, seperti larangan keras mencontek, dorongan untuk mengemukakan pendapat dan bertanya, penghargaan atas perbedaan pendapat, penghargaan atas kerja keras, dorongan untuk memecahkan soal sendiri, keterbukaan untuk dikoreksi dan seterusnya. Aktivitas-aktivitas ini selanjutnya harus dilakukan setiap hari dan terus dipantau perkembangan oleh mereka yang diberi kewenangan penuh.

4. Sumber Keilmuan (Academic Resource)

Sumber Keilmuan disini adalah berupa prasarana dalam kegiatan pengajaran, yaitu buku, alat peraga dan teknologi. Semua hal ini harus dapat dieksploitasi dengan baik untuk mendukung setiap proses pengajaran dan juga dalam membangun atmosfer akademik yang hendak diciptakan. Apalagi pengajaran menganut pendekatan yang kongkrit, maka guru harus dapat menggunakan hal-hal yang umum disekitar kita seperti: mata uang dan jam, sebagai alat peraga.

2.3 Upaya Untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan

A. Peningkatan Kualitas Guru

Guru yang memiliki posisi yang sangat penting dan strategi dalam pengembangan potensi yang dimiliki peerta didik. Pada diri gurulah kejayaan dan keselamatan masa depan bangsa dengan penanaman nilai-nilai dasar yang luhur sebagai cita-cita pendidikan nasional dengan membentuk kepribadian sejahtera lahir dan bathin, yang ditempuh melalui pendidikan agama dan pendidikan umum. Oleh karena itu harus mampu mendidik diperbagai hal, agar ia menjadi seorang pendidik yang proposional. Sehingga mampu mendidik peserta didik dalam kreativitas dan kehidupan sehari-harinya. Untuk meningkatkan profesionalisme pendidik dalam pembelajaran, perlu ditingkatkan melalui cara-cara sebagai berikut:

1. Mengikuti Penataran

Menurut para ahli bahwa penataran adalah semua usaha pendidikan dan pengalaman untuk meningkatkan keahlian guru menyelarasikan pengetahuan dan keterampilan mereka sesuai dengan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang-bidang masing-masing.[16] Sedangkan kegiatan penataran itu sendiri di tujukan:

a. Mempertinggi mutu petugas sebagai profesinya masing-masing.

b. Meningkatkan efesiensi kerja menuju arah tercapainya hasil yang optimal.

c. Perkembangan kegairahan kerja dan peningkatan kesejahteraan.[17]

Jadi penataran itu dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja, keahlian dan peningkatan terutama pendidikan untuk menghadapi arus globaliasi.

2. Mengikuti Kursus-Kursus Pendidikan

Hal ini akan menambah wawasan, adapun kursus-kursus biasanya meliputi pendidikan arab dan inggris serta computer.

3. Memperbanyak Membaca

Menjadi guru professional tidak hanya menguasai atau membaca dan hanya berpedoman pada satu atau beberapa buku saja, guru yang berprofesional haruslah banyak membaca berbagai macam buku untuk menambah bahan materi yang akan disampaikan sehingga sebagai pendidik tidak akan kekurangab pengetahuan-pengetahuan dan informasi-informasi yang muncul dan berkembang di dalam mayarakat.

4. Mengadakan Kunjungan Kesekolah Lain (studi komperatif)

Suatu hal yang sangat penting seorang guru mengadakan kunjungan antar sekolah sehingga akan menambah wawasan pengetahuan, bertukar pikiran dan informasi tentang kemajuan sekolah. Ini akan menambah dan melengkapi pengetahuan yang dimilikinya serta mengatai permasalahan-permasalahan dan kekurangan yang terjadi sehingga peningkatan pendidikan akan bisa tercapai dengan cepat.

5. Mengadakan Hubungan Dengan Wali Siswa

Mengadakan pertemuan dengan wali siswa sangatlah penting sekali, karena dengan ini guru dan orang tua akan dapat saling berkomunikasi, mengetahui dan menjaga peserta didik serta bisa mengarahkan pada perbuatan yang positif. Karena jam pendidikan yang diberikan di sekolah lebih sedikit apabila dibandingkan jam pendidikan di dalam keluarga.

B. Peningkatan Materi

Dalam rangka peningkatan pendidikan maka peningkatan materi perlu sekali mendapat perhatian karena dengan lengkapnya meteri yang diberikan tentu akan menambah lebih luas akan pengetahuan. Hal ini akan memungkinkan peserta didik dalam menjalankan dan mengamalkan pengetahuan yang telah diperoleh dengan baik dan benar. Materi yang disampaikan pendidik harus mampu menjabarkan sesuai yang tercantum dalam kurikulum. Pendidik harus menguasai materi dengan ditambah bahan atau sumber lain yang berkaitan dan lebih actual dan hangat. Sehingga peserta didik tertarik dan termotivasi mempelajari pelajaran.

C. Peningkatan dalam Pemakaian Metode

Metode merupakan alat yang dipakai untuk mencapai tujuan, maka sebagai salah satu indicator dalam peningkatan kualitas pendidikan perlu adanya peningkatan dalam pemakaian metode. Yang dimakud dengan peningkatan metode disini, bukanlah menciptakan atau membuat metode baru, akan tetapi bagaimana caranya penerapannya atau penggunaanya yang sesuai dengan materi yang disajikan, sehingga mmperoleh hasil yang memuaskan dalam proses belajar mengajar. Pemakaian metode ini hendaknya bervariasi sesuai dengan materi yang akan disampaikan sehingga peserta didik tidak akan merasa bosan dan jenuh atau monoton. Untuk itulah dalam penyampaian metode pendidik harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) Selalu berorientasi pada tujuan

2) Tidak hanya terikat pada suatu alternatif saja

3) Mempergunakan berbagai metode sebagai suatu kombinasi, misalnya: metode ceramah dengan tanya jawab.

Jadi usaha tersebut merupakan upaya meningkatkan kualitas pendidikan pada peserta didik diera yang emakin modern.

D. Peningkatan Sarana

Sarana adalah alat atau metode dan teknik yang dipergunakan dalam rangka meningkatkan efektivitas komunikasi dan interaksi edukatif antara pendidik dan peserta didik dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.[18] Dari segi sarana tersebut perlu diperhatikan adanya usaha meningkatkan sebagai berikut:

1) Mengerti secara mendalam tentang fungsi atau kegunaan media pendidikan

2) Mengerti pengunaan media pendidikan secara tepat dalam interaksi belaja mengajar

3) Pembuatan media harus sederhana dan mudah

4) Memilih media yang tepat sesuai dengan tujuan dan isi materi yang akan diajarkan.

Semua sekolah meliputi peralatan dan perlengkapan tentang sarana dan prasarana, ini dijelaskan dalam buku “Admitrasi Pendidikan” yang disusun oleh Tim Dosen IP IKIP Malang menjelaskan: sarana sekolah meliputi semua peralatan serta perlengkapan yang langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah, contoh: gedung sekolah (school building), ruangan meja, kursi, alat peraga, dan lain-lainnya. Sedangkan prasarana merupakan semua komponen yang secara tidak langung menunjang jalannya proses belajar mngajar atau pendidikan di sekolah, sebagai contoh: jalan menuju sekolah, halaman sekolah, tata tertib sekolah dan semuanya yang berkenaan dengan sekolah.[19]

E. Peningkatan Kualitas Belajar

Dalam setiap proses belajar mengajar yang dialami peserta didik selamanya lancar seperti yang diharapkan, kadang-kadang mengalami kesulitan atau hambatan dalam belajar. Kendala tersebut perlu diatasi dengan berbagai usaha sebagai berikut:

1) Memberi Rangsangan

Minat belajar seseorang berhubungan dengan perasaan seseorang. Pendidikan harus menggunakan metode yang sesuai sehingga merangsang minat untuk belajar dan mempelajari baik dari segi bahasa maupun mimic dari wajah dengan memvariasikan setiap metode yang dipakai. Dari sini menimbulkan yang namanya cinta terhadap bidang studi, sebab pendidik mampu memberikan ransangan terhadap peserta didik untuk belajar, karena yang disajikan benar-benar mengenai atau mengarah pada diri peserta didik yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya setelah peserta didik terangsang terhadap pendidikan maka pendidik tinggal memberikan motivasi secara kontinew. Oleh karena itu pendidik atau lembaga tinggal memberikan atau menyediakan sarana dan prasarana saja, sehingga peserta didik dapat menerima pengalaman yang dapat menyenangkan hati para peserta didik sehingga menjadikan peserta didik belajar semangat.

2) Memberikan Motivasi Belajar

Motivasi adalah sebagai pendorong peserta didik yang berguna untuk menumbuhkan dan menggerakkan bakat peserta didik secara integral dalam dunia belajar, yaitu dengan diambil dari sisitem nilai hidup peserta didik dan ditujukan kepada penjelasan tugas-tugas.

Motivasi merupakan daya penggerak yang besar dalam proses belajar mengajar, motivasi yang diberikan kepada peserta didik dapat berupa:

a. Memberikan penghargaan.

Usaha-usaha meyenangkan yang diberikan kepada peserta didik yang berprestasi yang bagus, baik berupa kata-kata, benda, simbul atau berupa angka (nilai). Penghargaan ini bertujuan agar peserta didik selalu termotivasi untuk lebih giat belajar dan mampu bersaing dengan teman-temannya secara sehat, karena dengan itu pendidik akan mudah meningkatkan kualita pendidikan.

b. Memberikan hukuman.

Pemberian hukuman ini bersifat mendidik artinya bentuk hukuman itu sendiri berkaitan dengan pembelajaran. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki kesalahan.

c. Mengadakan kompetisi dan lomba.

Pengadaan ini dipergunakan untuk meningkatkan prestasi peserta didik untuk membantu peserta didik dalam pembentukan mental yang tangguh selain pembentukan pengetahuan.untuk membantu proses pengajaran yang selalu dimulai dari hal-hal yang nyata bagi siswa.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Kualitas pendidikan adalah pelaksanaan pendidikan disuatu lembaga, sampai dimana pendidikan di lembaga tersebut telah mencapai suatu keberhasilan.

2. Mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP.) No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Standar nasional pendidikan diatas, ada delapan (8) hal yang harus diperhatikan untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas, yaitu : standar isi, standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, standar penilaian pendidikan,

3. Upaya peningkatan kualitas pendidikan dapat di tempuh dengan beberapa cara antara lain: peningkatan kualitas guru, peningkatan materi, peningkatan dalam pemakaian metode, peningkatan sarana, peningkatan kualitas belajar.

3.2 Saran

Perkembangan dunia di era globalisasi ini memang banyak menuntut perubahan kesistem pendidikan nasional yang lebih baik serta mampu bersaing secara sehat dalam segala bidang. Salah satu cara yang harus di lakukan bangsa Indonesia agar tidak semakin ketinggalan dengan negara-negara lain adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikannya terlebih dahulu.

Dengan meningkatnya kualitas pendidikan berarti sumber daya manusia yang terlahir akan semakin baik mutunya dan akan mampu membawa bangsa ini bersaing secara sehat dalam segala bidang di dunia internasional.



[1] M. Dahlan Al Barry, Kamus Modern Bahasa Indonesia, Arloka, Yogyakarta, 2001: 329

[2] Quraish. Shihab, Membumikan Al-Quran, Mizan, Bandung, 1999: 280

[3] Jurnal Ilmu Pendidikan Mutu Pendidikan Sekolah Dasar Di Daerah Diseminasi oleh A. Supriyanto, November 1997, Jilid 4, IKIP, 1997: 225

[4] Supranta. J, Metode Riset, PT Rineka Cipta, Jakarta, 1997: 288

[5] Tjiptono, Fandy, Manajemen Jasa Edisi I Cet II, Andi Offcet, Yogyakarta, 1995: 51

[6] Ace Suryadi dan H.A.R Tilaar, Analisis Kebijakan Pendidikan Suatu Pengantar, PT.Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993: 159

[7] Umaedi, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Direktur Pendidikan Menengah dan Umum, April, 1999: 4

[8] Abdul Chafidz, Sekolah Unggul Konsepsi dan Problematikanya, MPA No. 142, Juli 1998: 39

[9] Peraturan Pemerintah (PP.) No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Bab I, Pasal 1.

[10] Ibid, pasal 3.

[11] Ibid, pasal 4.

[12] Ibid, pasal 28.

[13] www.sigmetris.com / artikel=21.html, Standar Kualitas Pendidikan Metris By. Alexander Agung.

[14] Ibid.

[15] Ibid.

[16] Jumhur An Surya, Bimbingan Dan Penyuluhan Di Sekolah, Rajawali Pres, Jakarta, hal 115

[17] ibid, hal 116

[18] Roestiyah N.K, Masalah Ilmu Keguruan, Bina Aksara, Jakarta, Hal 67

[19] Tim Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan FIP IKIP Malang, hal135